Jumat, 12 April 2013

SALAHKU


Berawal dari kebencianku pada seseorang yang aku sebut jerapah, lehernya yang panjang serta badannya yang tinggi menjulang tanpa daging membuat dia sangat mirip dengan jerapah. Sosok yang sangat menyebalkan karena sikapnya yang dingin serta masabodo pada sesuatu yang ada di sekelilingnya, itulah alasan kebencianku hadir padanya . Mawar itulah namaku, usiaku 16 tahun kini aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, saat dimana semua dimulai.
Aku mempunyai teman sebangku yang bisa aku bilang bukanlah sahabat karib, karena aku hanya bisa bertahan beberapa minggu saja berbagi bangku dengannya, aku mulai mencari teman lain untuk menjadi teman sebangku ku, bukan karena membecinya aku berpindah tempat, tapi karena aku sendiri sedang beradaptasi dengan lingkungan baru bersama putih abu-abu . 6 bulan berlalu akupun mulai bisa menerima semua yang baru ini . Seragam, teman, sekolah serta kehidupan putih abu-abu sudah bisa aku nikmati, dan kebencian pada jerapahpun muncul. Aku memang tak terlalu mengenal dirinya, akupun masih asing padanya, walaupun dia adalah teman sekelasku.
Tugas,tugas,tugas, masa putih abu-abu tak luput dari yang namanya “tugas” hal yang banyak dibenci mereka yang menggunakan seragam putih abu-abu. Tugas tak lagi menjadi beban pribadi ketika tugas itu berupa tugas kelompok, tapi apa ? tugas tetaplah beban bagiku, karena jerapahlah yang menjadi rekan kelompokku. Apa daya ,aku yang memang sudah menaruh kebencian padanya harus lebih bersabar dan ikhlas sampai saat dimana kami bisa di pisahkan oleh jurusan yang akan kami pilih nanti. Marah, kesal sedang membayangi hari-hariku di kelas ini, karena sikapnya yang tak kunjung bertanggung jawab dengan tugas yang seharusnya kami kerjakan bersama, tapi aku yang harus mengerjakannya tanpa bantuan seorang rekan kelompok. Aku tak sendiri teman-temanku yang mengenalnyapun tahu jika jerapah memang termasuk orang menyebalkan dengan sikapnya yang dingin dan masabodo itu.
1333809952421105447
Tugas itupun berlalu dan sampailah pada akhir perjuangan selama 12 bulan yaitu Ulangan Semester Genap. Aku ada di posisi paling strategis untuk diperhatikan oleh pengawas, sahabatku yang selalu membantuku saat ini terjauh dariku karena nomor absen kami yang tak berdekatan. Mata pelajaran pertama yang di ujikan masih bisa aku atasi, kedua masih bisa aku syukuri, ketiga dan sampai pada mata pelajaran Bahasa Inggris seketika aku berhenti untuk mengerjakan soal ulangan tersebut, bukan karena aku tak mampu menyelesaikannya tapi karena kebencianku yang sudah berlansung bertahun-tahun pada pelajaran tersebut, sehingga aku tak punya cadangan ilmu untuk pelajaran tersebut. Tengok kiri dengan perlahan, hm.. tak ada teman yang bisa aku andalkan, tengok kanan dengan sangat hati-hati, hm.. tak ada yang bisa aku lihat di sebelah kananku, karena itu adalah tembok. Mungkin inilah akhir dari perjuanganku selama 5 hari Ulangan semester genap, aku sudah tak bisa tenang seperti biasa yang aku lakukan jika sedang mengerjakan soal-soal ulangan, mungkin karena itu jerapah memanggilku dan “Hey.. butuh jawaban ? “Dengan ragu aku menganggukan kepalaku, “iya..” “Nih…” dengan baiknya dia memberikan jawabannya padaku, bukan satu atau dua nomor saja tapi semua, semua jawabannya di perlihatkan padaku. Hanya keselamatan keluar dari ruang ujianlah yang aku pikirkan saat itu. Sejak hari itu aku tidak lagi melihatnya sebagai sosok yang menyebalkan walau hanya untuk beberapa menit saja. Kebaikan yang membuat aku merubah padanganku terhadapnya yang awalnya semua buruk seketika menjadi sedikit ada baiknya.
Hari terakhir dimana aku harus berjuang dengan Bahasa Jepang, kini tak seburuk Bahasa Inggris aku bisa menaklukkan soal-soal yang keriting tersebut, tapi sebaliknya jerapahlah yang meminta tolong padaku, aku ragu memberinya jawaban, tapi aku bukan kacang yang lupa kulitnya, setidaknya kemarin dia sudah menolongku keluar dari ruang ujian dengan selamat itu artinya inilah saatnya aku berbalas budi dan semua impas 1-1. Ya.. semuanya berakhir sudah, jurusan yang aku inginkan pun sudah ada di depan mata, tapi ceritaku bersama jerapah belum usai. Aku bergegas keluar dari ruangan ujian yang penat itu, disusul dengan jerapah. Aku baru melangkah kira-kira lima langkah dari pintu keluar dia mengatakan “terima kasih J” dengan suara yang halus, sampai-sampai aku tidak menyadari itu adalah jerapah yang aku benci. “ya..” aku menoleh kebelakang dan kaget karena suara itu adalah suara jerapah orang yang aku benci. “makasih ? buat apa ?” tanyaku padanya, “yang tadi, sangat membantuku” belum sempat aku balas semua teman-temanku yang mendengarkan percakapan kami langsung berteriak “cie.. ada apa nih ? mawar ? jerapah ?”. “kalian.. aku hanya membantunya karena dia juga membantuku kemarin” penjelasanku pada teman-temanku, “oh.. ga mau tau tuh, yang kita tahu pasti ada sesuatu, haha..” buyonan mereka padaku dan jerapah, jerapah yang hanya diam dan tidak berusaha membantuku menjelaskan kesalah pahaman itu membuat aku mulai kesal kembali padanya.
Ulangan semester genap sudah berlalu, akupun hanya tinggal menunggu hasil dari perjuanganku selama 12 bulan belajar di kelas X. Untuk memberikan waktu pada wali kelas memasukkan nilai ke rapot sekolah mengadakan sebuah liga futsal, sedikit menolong menghilangkan bosan berada disekolah karena sudah tidak lagi melaksanakan KBM. Hari senin 19 Juni adalah jadwal kelasku untuk bertanding, pemain sudah siap tapi satu orang yang membuatku sangat jengkel dia lagi lagi jerapah yang tiba-tiba tidak mau ikut bertanding, aku yang lelah membujuk serta memaksanya untuk mau bermain akhirnya memutuskan untuk menggantinya dengan temanku yang lain, dan dia tidak ada di sekolah dia masih berada di rumahnya jarak rumah hingga sekolah di tempuh dengan dua kali menaiki angkutan umum. Jika harus turun naik angkutan umum waktunya akan sia-sia karena pertandingan akan segera di mulai, aku yang sedang emosi menyuruhnya segera datang dan tidak perlu menaiki angkutan umum melainkan menaiki ojek agar lebih cepat. 15 menitpun berlalu akhirnya dia tiba dengan selamat di sekolah, bukan kata maaf yang aku terima, karena dia kelas kami hampir di W0 justru aku mendapatkan makian dari indra nama temanku itu. Dia memarahiku seolah-olah aku yang salah karena menyuruhnya segera datang padahal pertandingan belum juga dimulai, aku tak bisa membela diriku karena indra memarahiku dengan jerapah, aku tidak mau mendengarkan ocehan mereka tapi aku perempuan, yang juga sensitive jika di marahi dengan kata-kata yang sangat menyesakkan dada. Satu dua tiga sekitar tiga menit mereka memarahiku, aku yang hanya diam mendengarkan mereka tiba-tiba menangis di ujung kelas dengan gaya emo. Tak ada yang menyangka kalau aku sedang menangis.
133381002158669300
Di kala keheningan tiba karena semua teman-temanku berada di dalam kelas. sahabatku mega menghampiri, dia menyangka aku menyendiri sedang tidur, “mawar.. kenapa diem di sini ?” Tanya mega, aku tak menjawabnya karena nafasku sesak karena harus menangis dengan gaya emo. “mawar.. kenapa ?mawar..” dan akhirnya mega pun tahu bahwa aku sedang menangis, dengan spontan dia langsung bertiriak kepada anak satu kelas kalau aku menangis, salah satu temanku yang melihat aku di marahi jerapah dan indra langsung menuduh jarapahlah orang yang sudah membuatku menangis. Aku merasa bersalah karena sebenarnya aku menangis karena perkataan indra bukan jerapah. Aku hanya bisa diam dan menggelengkan kepalaku sebagai tanda bukan jerapahlah penyebabnya. Perasaan bersalah pun timbul kepada jerapah, sekaligus jengkel pada indra karena dia aku menangis dan dengan tampang tak bersalah indra pergi begitu saja seolah-olah dia tak tahu apa-apa. Jerapah yang sudah terpojok oleh tuduhan teman-temanku akhirnya membawakan sebotol air mineral “ini.. minum dulu , maaf ya” ucapnya padaku, tangisku tak ku tak kunjung usai, aku semakin merasa bersalah.
Kejadian itu pun berlalu dan mengawali pertemananku bersama jerapah. Sosok yang aku benci sebelumnya tiba-tiba menjadi sosok yang sangat baik, hingga aku sendiri tak sadar kalau aku menyukainya. Berteman selayaknya sahabat itulah yang kami jalani, memang jerapah tak memberi harapan apapun padaku tapi tetap saja hatiku tak bisa berbohong kalau aku menyimpan harapan yang besar padanya. Hingga pada suatu hari aku benar-benar dekat dengannya tiba-tiba aku harus benar-benar jauh, hanya karena pesan ku di facebooknya. Semua teman-temanku yang sejak awal sudah mengetahui gelagatku yang berubah pada jerapah akhirnya mengetahui rasa itu benar-benar ada. Mereka berkomentar di pesanku itu, aku yang tak mau jerapah tahu tentang rasa itu akhirnya mengahapus pesan tersebut. Memang kebohongan tak pernah bertahan lama, karena tak lama kemudian jerapah mengetahuinya. Jerapah yang hanya menganggapku teman saja akhirnya menjauhiku dengan alasan “aku tak mempunyai perasaan yang sama denganmu, karena itu aku tak mau menjadi orang yang menyakiti hatimu, aku pergi agar kau bisa mencari orang yang benar-benar menyukaimu juga, dan itu bukan aku” pesan terakhirnya padaku. Bukan kebencian yang aku simpan untuknya tapi aku semakin mengaguminya karena sikapnya itu, aku semakin berharap lebih, seandainya dia juga bisa mempunyai perasaan yang sama padaku walau itu butuh waktu yang entah berapa lama. Kini aku hanya bisa menyesali kenapa harus kebencian yang aku rasakan diawal mengenalnya, kenapa aku pernah membencinya hanya karena aku tak mengenalnya. Jerapah memang bukan seorang lelaki yang memberi harapan palsu padaku, tapi dia membuatku berharap lebih padanya. “jerapah.. aku masih disini, di tempat dimana rasa itu pernah mengebu-gebu, aku masih simpan perasaan ini baik-baik, hingga aku selalu menangis jika aku harus kembali mengingat pesanmu yang membuat aku semakin menyukaimu”. Semua kenangan itu hingga kini masih aku simpan dan masih aku ingat dengan jelas, walau aku hanya bisa menceritakan itu lewat sebuah tulisan ini.
Duniaku kembali semu, semua yang membuatku bahagia kini hanya mengenalku dari jauh, kami bahkan seperti orang yang tak saling mengenal, walau semua orang tahu aku menyukainya tapi tetap, hati jerapah tak kunjung berpihak padaku. “Kan ku putar waktuku jika itu bisa membuatmu mengenalku kembali dan menyimpan hatimu untuk ku”, khayalku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar