Jumat, 12 April 2013

PERTEMUAN SINGKAT



“ Bruuungggg brungggg ... ”
Aku terbangun dari tidurku. Suara – suara itu yang selalu mengusik ketenanganku akhir – akhir ini. Sejenak aku menenangkan diriku dan melihat arah jarum jam. Jam masih menunjukan pukul 02.10 dini hari.
“Sial !! Siapa sih yang selalu menganggu tidurku akhir – akhir ini” , batinku dalam hati. Dengan rasa malas dan enggan meninggalkan kasur , aku memaksa tubuhku untuk bangun dan mendekati jendela kamar. Kusibakkan tirai jendelaku dan melihat keadaan diluar. Diluar sangat sepi. Dari lantai atas kamarku aku bisa melihat seseorang dengan motor gedenya berhenti di bawah pohon kelapa yang tak begitu jauh dari rumahku. Sesaat aku sempat ragu apakah yang aku lihat itu benar – benar nyata atau halusinasi semata. Tapi aku segera sadar bahwa yang aku lihat itu pasti nyata , karena orang tersebut membawa sebuah sepeda motor gede. Ya sepeda motor yang bunyinya hampir tiap malam menggangu tidurku yang lelap. Dengan emosi yang terpendam kuberanikan diri membuka kaca jendelaku. Hawa dingin area komplek menusuk – nusuk kulitku .
“ Hei kamu ! ” . Aku mencoba mengalihkan perhatian orang itu agar dia menoleh ke arahku . Dia yang sadar bahwa aku memanggilnya segera menoleh dan melambaikan tangannya. Dari lantai atas kamarku aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas, yang aku tahu dia adalah seorang lelaki yang membawa sebuah helm ditangannya.
“ Hai Ren , ayo kesini ! ” . Dia memanggilku . Aku tak menyangka bahwa dia mengetahui namaku. Aku yang dipenuhi rasa ingin tahu segera turun kebawah dan menemui dia. Sejenak aku berpikir apakah dia orang jahat yang akan membawa aku kabur ? Tapi ah aku sudah dewasa , sudah 18 tahun. Aku sudah bisa membedakan mana orang yang jahat dan orang yang baik. Perlahan – lahan ku buka pintu gerbang rumahku , suara derit pintu tak kuharap dapat membangunkan orangtua ku yang mungkin sedang tertidur lelap.  Di depan pintu gerbang aku berdiri. Dia maju perlahan kerahku . Dari situ aku dapat melihat bahwa dia adalah seorang lelaki muda dengan kaos bertuliskan  What Do You Want ? .
“ Hai Ren , perkenalkan aku Adam.  Kamu temannya Rafa kan ? ” Dia menjulurkan tangannya hendak berjabat tangan denganku . Aku yang heran mengapa dia tahu namaku dan tahu tentang sahabatku terdiam tanpa sepatah katapun . Hatiku yang tadinya mendidih menahan emosi yang meluap – luap menjadi beku melihat senyumannya yang manis. Sesaat aku sempat terkena hipnotis aura lelaki itu. Untung aku segera menyadari situasi dan menempatkan perasaan ku pada posisi awal.
“ Iya. Kamu siapa ? kok tahu namaku ? kok tahu Refa ? dan kamu kan yang akhir – akhir ini sekitar pukul 02.00 selalu lewat di depan rumahku dan mengganggu tidurku dengan suara motor kamu yang bising itu. Kamu tahu kalau suara motor kamu itu sangat menggangu ketenangan dan dapat menyebabkan polusi di sekitar komplek ! ”. Aku mengomel meluapkan emosi yang terpendam selama ini.  Adam hanya nyengir. Tanpa exspresi bersalah sedikitpun dia tersenyum sambil menggaruk – garuk kepalanya.
“ Iya aku tahu aku salah , tapi asal kamu tahu saja . Aku seperti ini agar bisa kenal sama kamu , agar dapat perhatian kamu ”. Adam berkata dengan polosnya membuat aku tercekat harus bersikap seperti apa kepadanya.
“ Aku mengenal Refa , karena dia adalah teman balap ku. Dulu aku pernah melihat kamu datang dengan Refa saat ada acara lomba balap. Saat itu aku lagi siap – siap buat balapan dan aku lihat kamu sama Refa duduk di tribun penonton. Sejenak aku mengira bahwa kamu adalah pacar Refa. Tapi rasa keingintahuan ku mengalahkan segalanya. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya pada Refa tentang kamu. Dan kamu tahu ? Kamu tahu bahagianya aku saat aku tahu bahwa kamu hanya sahabat Refa, apalagi Refa bilang bahwa kamu belum punya pacar. Tapi Refa sangat sayang sama kamu, dia nggak ingin sahabatnya didekati oleh orang seperti aku, dia bahkan nggak mau memberi  nomer HP mu padaku. Dia hanya memberitahukan nama dan alamat rumah kamu. Jadi , karena itu aku mengalihkan perhatianmu dengan cara seperti ini. Maaf ya ? ”. Adam menjelaskan panjang lebar.  Sekali lagi aku tercekat , sumpah aku bingung harus bersikap apa.
“ Bagaimana ? sekarang kamu sudah tahu alasan aku kan ? namaku Muhammad Adam Fazahry , umur 20 tahun , hobi merawat motor , kegemaran balapan motor, belum punya pacar dan sekarang lagi menempuh pendidikan S1 jurusan Sastra Inggris di Universitas Buana Adidaya ” . Aku tertawa mendengar perkenalan diri Adam yang menurutku agak sedikit konyol.
“ Sekarang apa yang kamu inginkan dari aku ? What Do You Want ? ” . Aku bertanya pada Adam sambil melirik tulisan di kaosnya.
“ Kalau boleh jujur sejujur jujurnya, aku ingin mencuri hati kamu dan menggantinya dengan hatiku . Agar kamu tahu perasaan seperti apa yang kini sedang kurasakan ”. Adam berbicara dengan tatapan serius . Jujur aku sempat membenci diriku sendiri “ mangapa hatiku bisa tersentuh sama Adam? Padahal aku baru saja mengenal Adam beberapa menit yang lalu ” . Tapi aku masih dapat mengendalikan situasi, tidak mungkin aku berkata seperti itu kepada Adam.
“ Coba saja kau curi hatiku , jika kau dapat . Maka kau hebat ” kataku pada Adam sambil perlahan meninggalkannya sendirian. Dalam beberapa langkah aku menoleh lagi pada Adam , kulihat dia hanya tersenyum kepadaku. Senyuman Adam malam itu sungguh membuat aku merasa bodoh dan bingung harus bersikap apa kepada dia.
~****~
… cause I was born to tell you I love you and I am torn to do what I have to to make you mine stay with me tonight… ” . Alunan lagu dari Seconhand Serenade mengalun dari ponselku memberi  tanda bahwa ada panggilan masuk.
“ Hallo , dengan siapa ini?”
“ Dengan sang pencuri hati ” . Dengan cepat aku dapat menebak siapa pemilik suara itu. Namun aku heran juga , mengapa dia bisa telfon aku? Darimana dia mendapat nomerku ? Tanpa basa – basi aku langsung membrondong dia dengan beberapa pertanyaan.
“ Kamu Adam kan ? Dapat nomerku dari siapa ? Dari Refa ? Tapi sepertinya nggak mungkin, kan Refa nggak ngasih kamu nomer ku ” . Adam tertawa mendengar ocehanku.
“ Iya. Refa yang ngasih ke aku . Sejak aku bilang bahwa usahaku buat kenalan sama kamu berhasil . Maka nggak ada alasan bagi Refa buat nggak ngasih nomer kamu ke aku. Kan aku sudah berhasil kenalan sama kamu , hehehe ” . Dasar Refa ! batinku dalam hati.
Semenjak saat itu, hampir setiap malam aku menikmati waktu dengan bertelfon sama Adam. Tak jarang juga kita pergi berdua hanya untuk menikmati hembusan angin malam. Menikmati keindahan kota yang berhiaskan lampu kelap – kelip. Terkadang kita hanya berdiam diri di Taman Bintang , melihat begitu banyak bintang yang beterbaran dilangit malam. Bintang – bintang di langit bagaikan berjuta berlian terhampar diatas kain bewarna hitam. Sungguh menakjubkan . Terkadang dalam diam pun segalanya bisa berubah menjadi indah dan istimewa. Ya, saat aku sedang bersama Adam.
~****~
Sudah tiga bulan lebih aku menjalani hubungan tanpa status yang jelas bersama Adam. Terkadang aku berfikir bahwa sebenarnya Adam tak sungguh – sungguh ingin menjalin hubungan yang serius denganku. Terkadang aku berfikir bahwa Adam hanya ingin mempermainkan perasaanku dan dia tak lebih adalah seorang yang suka memberi  harapan palsu pada semua wanita. Tapi semua hipotesa ku rontok ketika pada suatu sore Adam mengajak aku pergi ke Taman Bintang . Ya , Taman Bintang adalah taman spesial penemuan Adam. Disana terhampar luas sebuah taman di balik bukit yang tak begitu tinggi . Adam memberi  nama Taman Bintang karena dari taman itu kita dapat melihat beribu bintang di langit tanpa terhalang oleh batang – batang pohon yang menjulur.  Sore itu Adam menyatakan cintanya padaku , dia meluapkan segala perasaan yang selama ini terpendam di hatinya. Di taman itu dan pada sore itu, Taman Bintang beserta keanekaragaman bunga disana menjadi saksi bisu atas segala peluapan perasaan dua insan manusia . Perasaan Adam dan perasaanku yang berbaur menjadi satu membentuk sebuah bayangan samar bernama cinta.
Sejak saat itu aku lebih sering jalan berdua menikmati setiap menit bersama Adam. Saat  - saat itu merupakan saat – saat berharga yang sangat aku nikmati. Segalanya terasa sangat berarti setiap aku bersama dia. Adam adalah salah satu anugrah terindah yang Tuhan hadiahkan kepadaku. Aku bahagia lahir di dunia ini dan dipertemukan dengan Adam.
~****~
Sudah tiga hari ini aku tak mendengar kabar apapun tentang Adam. Aku bingung, resah dan khawatir. Otakku dipenuhi rasa curiga bercampur rasa kesal yang menganga. “ Dimana Adamku?” tanyaku dalam hati. Refa tak tahu menahu soal kabar tentang Adam . Ponsel Adam tak aktif.  SMS – SMS ku tak terkirim. Dengan perasaan putus asa aku mengirim sebuah pesan singkat terakhir untuk Adam.
“ Kamu dimana? Besok pukul  empat sore temui aku di Taman Bintang. Aku harap kamu bisa datang, karena aku sudah bingung, lelah dan putus asa. Aku nggak tahu dimana lagi harus mencari kamu. Aku sungguh berharap kamu dapat menjelaskan alasan kamu mengilang beberapa hari ini ”
Dengan semangat – semangat terakhir ku kirimkan pesan itu ke nomer Adam. Aku tidak peduli apakah pesan itu dapat terkirim atau hanya tersangkut di kabel jaringan. Yang pasti besok sore aku akan pergi menunggu Adam di hamparan Taman Bintang.
~****~
Sudah satu jam berlalu aku menunggu Adam di Taman Bintang. Tapi tak kulihat ada tanda – tanda kehadirannya. Sering kali kulihat arah jam di tanganku. Tapi tetap saja , waktu tetap saja berlalu tanpa kulihat sosok seorang Adam. Dengan segala kekesalanku, aku mengambil sebuah kertas dan kucorat coret dengan tulisan-tulisan yang dapat mewakili luapan emosiku.
“ Kamu pergi kemana ? apakah hari ini kamu tak datang ? apa kamu tidak tahu bahwa aku sedang rindu kamu . Aku akan terus menunggu kamu. Bahkan hingga bintang – bintang bertaburan dilangit malam. Aku hanya ingin kamu ada disini. 
Adam , apakah  kamu sudah tak mau lagi menjalani kisah denganku ? Jika iya , mengapa kamu tak datang untuk menjelaskan semua kepadaku ? Biar sekalian hatiku robek dan aku dapat pergi , pergi perlahan menjauh darimu dan melanjutkan sisa – sisa hidupku  …. ”
Belum sempat kuungkapkan semua luapan perasaanku , tiba – tiba aku mendengar langkah – langkah kecil seorang manusia. Aku menoleh dengan segala harapan. Berharap bahwa langkah itu adalah langkah kaki Adam.
“ Ren, maaf ya aku membuat kamu menunggu ” . Suara Adam bagai oase di padang pasir , menyegarkan dan memberi  ketenangan di hatiku.
“ Kamu darimana ? Kamu sakit ? Wajah kamu pucat ”. Adam datang dengan membawa sebuah helm ditangannya. Dia mengenakan kaos yang bertuliskan What Do You Want. Kaos yang ia kenakan saat pertama kali kita bertemu. Tapi kali ini dia agak berbeda. Tubuhnya tak sesehat terakhir kali kita bertemu. Wajahnya pucat dan ia tampak kesakitan.
“ Nggak kok, aku baik – baik saja. Seperti biasa . Seperti saat kita terakhir bertemu ”. Adam menjelaskan dengan suara agak parau.
“ Ren , maaaf aku nggak bisa lama – lama disini. Aku nggak bisa menghabiskan waktu bersama kamu. Ada urusan penting yang nggak bisa aku tinggalkan. Maaf beberapa hari ini aku menghilang  dan membuat kamu khawatir. Aku baik – baik saja jadi kamu nggak perlu khawatir. Jaga diri kamu baik- baik dan jangan sampai telat makan.
 Ren , kamu dulu pernah meminta aku agar mengenalkan kamu pada adik perempuanku dan maaf sampai saat ini aku belum bisa mengenalkannya. Tapi aku yakin sebentar lagi pasti kamu akan bertemu dengan adikku . Kamu bisa kenalan sendiri kan ? ” . Adam menjelaskan panjang lebar dan hanya sedikit yang dapat aku pahami. Kata – kata Adam tidak seperti biasanya . Entah mengapa aku merasa kata  - kata Adam bagai kata – kata perpisahan . Seakan – akan ini adalah pertemuan terakhir bagi kita. Tanpa sempat aku membalas perkataan Adam , kurasakan Adam mencium keningku. Ciuman itu membuat aku  bagaikan terkena siraman air es , beku. Aku tak sanggup bergerak, hanya degup jantungku yang kurasakan semakin  cepat. Beberapa detik kemudian kuilihat Adam pergi menjauh meninggalkanku. Dia menjauh perlahan sambil membawa helm di tangannya. Aku masih tak dapat mengendalikan diriku. Ingin sekali aku berlari dan memeluk tubuhnya. Tapi aku tak sanggup . Ini terlalu membahagiakan bagiku.
~****~
Di depan gerbang rumahku kulihat sosok seorang gadis . Dia mengenakan celana jeans hitam dan cardigan ungu. Rambutnya yang agak panjang dibiarkannya terurai. Dari perawakannya kurasa ia masih berumur 15 atau 16 tahun.
“ Maaf , kamu kak Rena kan? ”. Dia melontarkan sebuah pertanyaan kepadaku saat aku tiba di depan gerbang rumahku.
“ Iya , kamu siapa ya ? kok tahu namaku? ”
“ Aku Lola kak, adiknya Mas Adam ” . Aku tidak mengira bahwa ucapan Adam tadi sore menjadi kenyataan. Aku berfikir mungkin Adam yang merencanakan ini semua, sehingga aku dapat bertemu dengan adiknya malam ini.
  Oh jadi kamu yang namanya Lola. Senang berjumpa dengan kamu ” . Aku menjulurkan tangan ku untuk berjabat tangan dengan dia. Tapi dia hanya diam , aku merasa dia sedikit ragu sama aku. Aku mencoba untuk menenangkan hatinya dan mengilangkan keraguannya padaku.
“ Kamu kenapa Lola? Apakah kamu tidak ingin berkenalan denganku? ”
“ Oh maaf kak. Bukan begitu. Lola bingung harus berkata apa pada kak Rena. Lola bingung ngasih tahunya harus darimana ”. Kulihat raut wajah Lola yang kebingungan dan gugup. Tubuhnya yang dekat denganku membuat aku bisa melihat tetesan – tetesan air mata di pipinya.
“ Kamu kenapa Lola? ”
“ Kak Rena, apa kak Rena tahu kalau sebenarnya Mas Adam sudah nggak ada. Dia mengalami kecelakaan saat lomba balap empat hari yang lalu. Maaf aku nggak bisa ngasih tahu kak Rena saat itu. Padahal pada saat – saat terkhir sebelum kepergiannya, mas Adam sempat berpesan kepadaku agar segera memberitahu kakak. Saat itu aku bingung harus bersikap seperti apa. Aku dan keluarga mengalami kedukaan yang dalam,  jadi maafkan kami nggak bisa memberi kabar ke kak Rena saat itu juga ” . Persendianku terasa patah saat mendengar penjelasan dari Lola. Otakku terasa mati . Tak dapat berfikir apapun. Semua ini terasa mimpi. Tadi sore aku baru saja bertemu Adam. Bahkan ciuman di keningku masih terasa hangat. Dengan sisa – sisa tenaga aku berusaha membuka mulutku dan mempertanyakan semua ini pada Lola.
“ Maksud kamu Adam sudah meninggal ? Sejak kapan ? ”
“ Iya kak, sudah tiga hari yang lalu ”
“ Nggak …. , nggak mungkin ” .  Kuingat hanya kata – kata itu yang terakhir kali ku ucapkan. Setelah itu ku rasakan tubuhku terjatuh membentur aspal komplek. Aku tak dapat melihat apapun, selain gelap. Hanya gelap yang menyelimuti penglihatanku.

 Oleh : Rafita Apriliana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar