Sabtu, 04 Mei 2013

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN METODE INVESTIGASI KELOMPOK DAN TEORI BEHAVIORISTIK PADA SISWA KELAS VII-E SMP NEGERI 2 PALANG TUBAN TAHUN AJARAN 2012/2013



Intan Suryana, Pipit Rohmatul Hidayanti
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Brawijaya

Abstrak
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas siswa dalam proses belajar pada prestasi keterampilan berbicara. Itu dilakukan oleh mahasiswa Universitas Brawijaya kepada SMP Negeri 2 Palang Tuban dalam tahun akademik 2012/2013. Penelitian dilakukan dalam dua siklus. Data dikumpulkan dengan melakukan observasi dan wawancara. Hasil dan penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan proses dan kualitas belajar siswa, serta  prestasi siswa pada keterampilan berbicara. Ini mencakup perbaikkan, dalam keaktifan kelas, perhatian, konsentrasi siswa, dan antusiasme siswa, serta motivasi siswa (74,98%). Perbaikan ini tercermin dalam peningkatan prestasi siswa pada Tahap I sampai pada Tahap II.
Kata kunci: Peningkatan, keterampilan berbicara, investigasi kelompok.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Berbicara adalah sebuah keterampilan yang memerlukan latihan secara terus menerus. Tanpa dilatih, seorang yang pendiam akan terus-menerus berdiam diri dan tidak akan berani untuk menyuarakan pendapatnya. Menurut (Tarigan, 2008:3) berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Pembelajaran keterampilan berbicara pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tantangan untuk peningkatan kompetensi berbicara mereka. Siswa diharapkan dapat menyerap aspek-aspek dasar keterampilan berbicara untuk menjadi bekal kejenjang yang lebih tinggi atau memiliki keterampilan berbicara unggul. Selain itu, siswa diharapkan memiliki softkill yang bermanfaat dalam berkarya setelah lulus dari SMP.
Tujuan pembelajaran berbicara yang diharapkan adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara lisan, serta memiliki kegemaran berbicara kritis dan kreatif. Secara umum tujuan pembelajaran keterampilan berbicara yaitu siswa mampu mengomunikasikan ide atau gagasan, dan pendapat, secara lisan ataupun sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, ide, dan lain sebagainya.
Dengan belajar berbicara, diharapkan siswa SMP tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan dalam melisankan ide atau gagasan yang dimiliki, tetapi siswa diharapkan mampu mempertanggungjawabkan gagasannya. Siswa juga harus dapat menyusun, pengungkapan bahasa secara benar dan baik, sehingga gagasan yang dilisankan menjadi suatu tuturan yang utuh.
Berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa, selain keterampilan mendengarkan, menulis, dan membaca. Dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain, keterampilan berbicara lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa tersebut. Hal itu disebabkan keterampilan berbicara menghendaki penguasaan secara spesifik untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang kritis dan kreatif, serta harus menguasai lambang-lambang bunyi.
Dalam keterampilan berbicara seseorang harus memperhatikan unsur situasi atau konteks, dan paralinguistik yang nantinya sangat membantu proses komunikasi. Kelancaran proses komunikasi dalam suatu ujaran bergantung pada bahasa atau lambang-lambang bunyi. Agar siswa dapat berkomunikasi dengan baik, pembicara hendaklah menuangkan gagasannya kedalam bahasa yang tepat dan jelas.
Ada empat unsur yang harus dikuasai oleh seorang pembicara, yaitu unsur psikologis, linguistik, situasi atau konteks, dan pemahaman ide yang akan diujarkan. Unsur psikologis berkaitan dengan kondisi batin pembicara (keberanian). Unsur linguistik berkaitan dengan penguasaan bahasa yang dikuasi pembicara. Unsur situasi atau konteks berkaitan dengan keadaan yang ada disekitar pembicara. Unsur pemahaman ide berkaitan dengan penguasaan bahan pembicaraan oleh pemateri.
Pada umumnya siswa mengalami hambatan ketika mereka diberikan tugas oleh guru untuk mengemukakan pendapat di depan kelas. Mereka mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide, kurang menguasai materi yang diberikan oleh guru, kurang membiasakan diri untuk berbicara di depan umum, kurangnya rasa percaya diri pada siswa, dan kurang mampu mengembangkan keterampilan bernalar dalam berbicara. Kesulitan-kesulitan tersebut membuat mereka tidak mampu mengungkapkan pikiran dan gagasan dengan baik, sehingga siswa menjadi enggan untuk berbicara menuangkan ide kreatifnya.
Permasalahan-permasalahan diatas, terjadi juga di SMP Negeri 2 Palang Tuban berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, Senin,13 Nopember 2012 di kelas VII-E ditunjukkan bahwa kualitas pembelajaran berbicara siswa di kelas tersebut tergolong masih rendah. Hal ini teridentifikasi nilai berbicara siswa yang dapat dideskripsikan sebagai berikut: rentangan nilai 5,1 sampai 6,0 diperoleh tujuh belas siswa, rentangan nilai 6,1 sampai 7,0 diperoleh empat siswa, dan rentangan nilai 7,1 sampai 8,0 diperoleh lima  siswa. Hal ini menunjukkan hanya 17% siswa yang mencapai batas ketuntasan 7,5. Selain dari nilai tersebut, indikator lain yang menunjukkn bahwa keterampilan berbicara siswa masih rendah dapat dilihat dari sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pendapat di depan umum. Hal ini disebabkan kurangnya rasa percaya diri, dan siswa kurang tertarik pada pembelajaran berbicara (sumber dari nilai kelas VII-E, wawancara dengan siswa, dan guru).
Fakta diatas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang dilaksankan guru masih kurang optimal. Menurut hasil pengamatan peneliti dan wawancara dengan siswa, serta guru, rendahnya keterampilan berbicara siswa kelas VII-E di SMP Negeri 2 Palang Tuban disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.      Pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas VII-E di SMP Negeri 2 Palang Tuban masih menggunakan metode konvensional.
2.      Siswa kurang tertarik pada pembelajaran keterampilan berbicara.
3.      Siswa mengalami kesulitan dalam mengungkapkan fakta, dan argumen yang mendukung untuk dikembangkan dalam topik pembicaraan.
4.      Guru belum menemukan metode yang tepat untuk mengajarkan materi keterampilan berbicara secara menarik, menyenangkan dan efektif bagi siswa (sumber dari observasi yang dilakuakan oleh peneliti saat pembelajaran keterampilan berbicara, wawancara dengan guru dan siswa)
Berbagai hal yang muncul tersebut terkait dengan kesulitan yang dihadapi siswa dalam pelajaran berbicara. Untuk itu, perlu diterapkan suatu keadaan yang membangun motivasi siswa untuk belajar meningkatkan kemampuan berbicaranya. Salah satu cara untuk merubah keadaan tersebut dengan menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang berdaya guna dan berhasil guna (Muhibbin Syah, 2011:16). Berbagai macam metode pembelajaran yang tersedia harus dimanfaatkan seefektif mungkin oleh guru dan dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran yang bermacam-macam menyebabkan guru harus selektif dalam memilih metode pembelajaran yang digunakan (sesuai karateristik siswa). Metode yang efektif untuk mengajarkan suatu materi dalam pelajaran keterampilan berbicara belum tentu efektif digunakan untuk diajarkan pada materi pelajaran keterampilan yang lain (membaca, menulis, menyimak). Setiap materi mempunyai karekteristik dan turut menentukan metode yang digunakan untuk menyampaikan materi tersebut. Begitu pula dalam pembelajaran keterampilan berbicara, seorang guru harus bisa memilih dan menggunakan strategi, metode sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Atas dasar kenyataan yang ada, perlu dihadirkan sebuah metode yang dapat membantu meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara di kelas VII-E SMP Negeri 2 Palang Tuban, dibutuhkan perbaikkan yang dapat mendorong siswa secara keseluruhan agar aktif berbicara. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yaitu dengan menggunakan metode investigasi kelompok yang akan disempurnakan dengan teori behavioristik. Investigasi kelompok dan teori behavioristik dijadikan sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Ada tiga konsep dasar investigasi kelompok yaitu inquiry, knowledge, dan dinamika kelompok sesuai dengan yang diperlukan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Inquiri dalam pembelajaran keterampilan berbicara memberikan peluang siswa untuk menemukan fakta atau bukti yang kuat sehingga siswa mampu mengungkapkan fakta tersebut di depan umum (Sardiman, 2011: 224). Knowledge yaitu pengetahuan yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung turut memberikan andil dalam mengungkapkan gagasan siswa (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1996:344). Sementara itu, dinamika kelompok (diskusi zigzaw, presentasi) mampu mengatasi kesulitan siswa dalam mengungkapkan gagasannya karena adanaya teman yang bersifat heterogen sehingga dapat  saling membantu.
Metode investgasi kelompok merupakan salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pendekatan yang berbasis kelompok. Behaviorisme yaitu suatu pandangan mengenai perilaku belajar yang intinya menekankan pada peniruan model. Titik pusat kegiatannya yaitu pada proses pemantapan latihan untuk membentuk kebiasaan. Kebiasaan inilah yang oleh Skinner disebut bersifat mekanistik dan memenuhi kriteria fisika. Menurut pandangan kaum behavioris yaitu bahwa suatu kebiasaan terbentuk manakala suatu jawaban response terhadap ransangan stimulus.
Keuntungan menggunakan metode investigasi kelompok yaitu 1. Meningkatkan keteraturan pribadi siswa dan motivasi karena ada banyak ruang pembuatan keputusan sendiri, 2. Meningkatkan perkembangan kemampuan penelitian karena proses itu dikendalikan tiap individu dan penelitian bersama, 3. Meningkatkan perkembangan penelitian secara kelompok karena siswa harus mengembangkan perencanaan tim ketika memecahkan masalah, dan mempunyai keberanian, serta tanggungjawab untuk mengungkapkan simpulan dari permasalahn tersebut, 4. Meningkatkan kreativitas siswa.
Selain itu, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran merupakan kerjasama diantara para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Disamping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga diarahkan untuk mengembangkan kebersamaan antar siswa. Para siswa bisa saling membantu dan saling memberi motivasi satu sama lain.  
Kelompok belajar dalam metode investigasi kelompok  terdiri atas anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen. Pengelompokkan hetergen lebih memungkinkan siswa dapat saling menjadi sumber belajar sesuai dengan keunggulan yang dimilkinya. Siswa lebih terampil dalam menjalani hubungan social yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelolah konflik. Selain itu, siswa terlibat langsung sejak awal hingga akhir pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian Nurul Hidayati pada buku Belajar Bahasa Indonesia (2011:192) penggunaan metode investigasi kelompok juga dapat mengungkapkan motivasi, keaktifan dan prestasi belajar siswa. Selai itu penelitian ini juga membuktikan bahwa metode investigasi kelompok efektif dalam meningkatkan motivasi, keaktifan dan prestasi belajar siswa.
Menurut Pavlov dalam buku Theories Of Learning (2008:180), Pavlov melakukan percobaannya terhadap seekor anjing, dengan memberikan  perangsang asli dan netral yang dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Dengan teori ini, seorang guru dapat membiasakan siswanya untuk berbicara. Dilatih terus-menerus dengan menggunakan metode investigasi kelompok.
Behavioris memandang belajar sebagai pemesanan tingkah laku yang akan dipelajari. Kondisi ini mengindikasikan bahwa semua tingkah laku orang dihasilkan dari proses pelatihan (Sugeng dan Farida, 2010:18).
Dari uraian diatas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara kelas VII-E SMP Negeri 2 Palang Tuban. Dengan menerapkan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik.
Secara lebih ringkas, kerangka berpikir peneliti dapat dilihat pada gambar dibawah ini





Kondisi Awal Sebelum Tindakan
  1. Keterampilan berbicara siswa remdah
  2. Siswa kurang tertarik pada pembelajaran keterampilan berbicara.
  3. Siswa kesulitan mengungkapkan gagasan atau ide.
  4. Kurangnya rasapercaya diri.
  5. Metode dan strategi yang digunakan guru kurang sesuai.
 





Pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik
 





Kondisi akhir setelah tindakan
  1. Keterampilan berbicara siswa meningkat.
  2. Siswa tertarik pada pembelajaran keterampilan berbicara
  3. Siswa dapat mengungkapkan pendapatnya
  4. Siswa lebih berani berbicara dimuka umum
  5. Pembelajaran kooperatif dengan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik.
 
 













        
        




         Berdasarkan uraian di atas, telah dilaksanakn penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara yang berhasil guna dan berdaya guna pada siswa kelas VII-E SMP NEGERI 2 PALANG TUBAN dengan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik.




KAJIAN TEORI
Adapun kajian teori dalam penelitian ini yaitu
1.   Apakah metode investigasi kelompok dan teori behavioristik dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara yang berhasil guna dan berdaya guna pada siswa kelas VII-E SMP Negeri 2 Palang Tuban ?
METODOLOGI PENELITIAN
         Penelitian tentang pembelajaran keterampilan berbicara ini dilaksanakan di kelas VII-E SMP Negeri 2 Palang Tuban. Sekolah yang dipimpin oleh (H. Amar, S.pd. M.M), dan beralamat di Jl. Pusri Ds. Kradenan Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur Penelitian dilakukan selama satu minggu, yaitu pada bulan Nopember. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-E dan guru Bahasa Indonesia  SMP Negeri 2 Palang Tuban yang mengajar di kelas tersebut.
         Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK), PTK berasal dari classroom action research (CAR). Gagasan ini dipopolerkan pertama oleh Lawrence Sten-house, yang selanjutnya didukung oleh John Elliot, khususunya mengisi pada konsep refleksi dalam pengelolaan pembelajaran untuk melihat mana yang sudah berhasil dan mana yang belum. Prinsip-prinsip PTK yaitu kegiatan nyata dalam situasi rutin, adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja, SWOT sebagai dasar berpijak, mengacu prinsip SMART dalam perencanaan. Tahap-tahap dalam PTK yaitu menyusun rencana tindakan atau (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflekting) menurut (Zainal Arifin, 2008:159-176). Secara jelas, tahap-tahhap dapat digambarkan sebagai berikut:
Oval: ReflektingOval: ObservingOval: PlanningOval: Acting        









 
        

         Tahap perencanaan tindakan diwujudkan dengan melaksanakan rancanagn pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah direncanakan. Pada tahap I dan II kali dua pertemuan dengan alokasi waktu 2x45 menit setiap kali pertemuan. Dalam tahap observasi, direalisasikan dengan mengamati dan menginterprestasikan aktivitas penerapan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik pada proses pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). Pada hasil pembelajaran keterampilan berbicara yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan data tentang kekurangan dan kemajuan aplikasi tindakan pertama pada tahap refleksi dilakukan analisis hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh simpulan bagian yang perlu diperbaiki atau disempurnakan dan bagian yang telah menemukan target.
         Keberhasilan tindakan terlihat dari tercapainya beberapa indikator yang telah ditetapkan antara lain: kualitas pembelajaran keterampilan berbicara ditandai dengan: a. Keaktifan siswa dalam pembelajaran, aktif bertanya maupun memberikan tanggapan, aktif mengerjakan tugas, serta menjawab pertanyaan guru; b. Perhatian san konsentrasi siswa terhadap pembelajaran; c. Minat serta motivasi siswa mengikuti pembelajaran; dan d. Guru mampu mengelola kelas dengan baik. Untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran keterampilan berbicara, peneliti mengamati pembelajaran yang berlangsung menggunakan pedoman observasi.
         Sementara itu, inikator peningkatan keterampilan berbicara siswa, ditandai dengan hal berikut: a. Mampu mengemukakan pendapat secara kritis, b. Mampu mengorganisasaikan gagasan dengan kreatif, c. Mampu memanfaatkan potensi bahasa secara maksimal, d. Mampu mengembangkan bahasa dalam struktur yang fariatif, e. Mampu berbicara dengan memperhatikan penggunaan EYD, diksi, dan bahasa secara tepat, f. Ketuntasan hasil belajar mencapai minimal 75.

HASIL DAN PEMBAHASAN
       Pelaksanaan tindakan tahap I ini dilaksanakan dalam kali dua pertemuan, yakni pada hari Selasa tanggal 20, kamis tanggal 22 Nopember 2012 di ruang kelas VII-E SMPN 2 PALANG. Masing-masing pertemuan 2 x 45 menit. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara pada tahap I ini dilakukan oleh guru. Adapun peneliti berperan sebagai partisipan pasif yang melakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran.
       Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran keteramilan berbicara pada tindakan tahap I ini sebagai berkut: 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucap salam, 2. Guru mengkondisikan kelas dengan melakukan presensi, 3. Guru melakukan apersepsi mengenai penglaman siswa dalam keterampila berbicara melalui kegiatan tanya jawab, 4. Guru menerangkan materi tentang teknik berbicara yang baik, dan langkah-langkah dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode investigasi kelompok dan teori behavioristic, 5. Guru membagi siswa dalam delapan kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa, 6. Setiap kelompok enjalankan tugasnya sesuai dengan langkah-langkah dalam metode investigasi kelompokyang telah dijelaskan oleh guru.
       Langkah-langkah yang harus dijelaskan siswa, yaitu bersama dengan guru menentukan topik yang akan dibahas. Setiap kelompok menentukan tema dari topik yang telah dipilih. Kemudian, tema tersebut didalami, ditemukan kunci permasalahannya dan dirumuskan apa yang harus dilakukan. Langkah-langkah investigasi kelompok tersebut kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan fakta atau bukti pendukung untuk memperkuat argumen yang diutarakan oleh siswa. Bukti atau fakta pendukung itu dapat dperoleh dari buku, koran, jurnal, wawancara, ataupun dari internet. Data-data yang diperoleh akan didiskusikan dalam kelompok untuk dpilah mana saja yang akan digunakan. Anggota kelompok menyamakan persepsi terhadap permasalaan yang dihadapi dan mengemukakan solusinya berdasarkan data-data yang sudah terkumpul. Data-data tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
       Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses belajar-mengajar diperoleh gambaran tentang motivasi dan aktivitas siswa selama KBM berlangsung, yaitu 1. Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang maksimal sebesar 74,98% dari total 28 siswa, 2. Siswa yang memperhatikan pembelajaran sebesar 60,7%, dan 17,8% orang yang terlihat kurang memperhatikan, 3. Hasil pengamatan peneliti dengan lembar observasi menunjukkan, hanya 17 orang atau 74,98% yang terlihat berminat dan termotivasi.
       Deskripsi tahap II, pada tahap I terdapat beberapa kelemahan sehingga dilaksanakan tindakan pemecahannya, antara lain: 1. Guru memberikan reward kepada siswa agar aktif dalam pembelajaran dan bersedia mengerjakan tugas secara serius dan sungguh-sungguh, 2. Guru perlu memperbaiki cara mengajar yang diterapan, 3. Guru diharapkan untuk lebih banyak berinteraksi dengan sisiwa, 4. Hendaknya presentasi dilakukan oleh seluruh kelompok sekaligus untuk meningkatkan kemmapuan berbicara siswa, 5. Guru diharapkan banyak memberikan feedback dan penguatan pada kemampuan berbicara siswa.
            Tindakan tahap II dilaksanakan pada kali dua pertemuan, yaitu Selasa, 27 Nopember 2012 Dan Kamis, 29 Nopember 2012.        
       Berdasarkan pengamatan peneliti diperoleh hasil sebagai berikut. Keaktifan siswa selama pembelajaran keterampilan berbicara mencapai 74,98%. Hal ini diindikatori oleh hal-hal yang telah disebutkan diatas. Perhitungan dilakukan dengan lembar observasi yang telah disusun dengan jumlah siswa yang tampak aktif selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebanyak 17 siswa. Perhatian dan konsentrasi siswa selama pembelajaran keterampilan berbicara siswa mencapai 74,98%. Minat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara mencapai 74,89%. Ketuntasan hasil belajar keterampilan berbicara mencapai 74,98%. Hal ini terlihat dari keaktifan siswa berbicara dalam kegiatan diskusi dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 7-8 keatas yaitu sebanyak 17 siswa.








PENUTUP
SIMPULAN DAN SARAN
            Berdasarkan analisis pada pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran keterampilan berbicara baik dalam proses maupun hasil pada siswa kelas VII-E SMP Negeri 2 Palang Tuban.
              Hal ini ditandai dengan preentase keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara yang mengalami peningkatan dalam tiap tahapnya. Pada Tahap I siswa yang aktif , siswa yang perhatian dan konsentrasi, serta siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 74,98%. Disamping itu, penerapan metode investigasi kelompok dan teori behaviristik dapat mengacu guru lebih terampil dalam mengelolah kelas.
              Selain itu, penerapan metode investigasi keompok dan teori behavioristik juga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menyampaikan gagasan pikirannya. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada setiap tahapnya, yaitu Tahap I dan tahap II sebesar 74,98. Siswa juga telah mampu mencapai nilai ketuntasan hasil belajar (75).
              Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses pembelajaran berasal dari pihak guru dan siswa. Faktor pembelajaran dari pihak guru yakni kemampuan guru dalam mengembangkan materi, kemampuan guru dalam menyampaikan materi, kemampuan guru dalam mengelolah kelas, metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, serta teknik yang digunakan guru sebagau sarana untuk menyampaikan materi. Sementara itu, factor pembelajaran dari siswa yakni keaktifan, perhatian dan konsentrasi, serta minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
              Berpijak dari hal diatas, perlu terjalin kerja sama yang baik kerja sama yang baik natara guru dan siswa sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan optimal. Kemampuan yang dimiliki guru baik itu dalam menyampaikan materi maupun dalm mengelola kelas serta menerapkan metode yang tapat dalam mengajar akan mempengaruhi proses pembelajaran. Materi tersebut akan dapat diterima oleh siswa apabila siswa juga memiliki motivasi dan terlibat aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancer, kondusif, efektif, dan efisisen.
              Penelitian ini juga memberikan deskripsi yang jelas bahwa penerapan metode investigasi kelompok  dan teori behavioristk terbukti dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa, dalam hal ini yakni (1) kemampuan mengemukakan pendapat secara kritis dalam setiap proses pembelajaran berlangsung, (2) kemampuan mengorganisasikan gagasan secara runtut dan padu, (3) pemeilihan kata (diksi) secara tepat, (4) mengembangkan bahasa dalam struktur yang bervariatif, dan (5) teknik pengucapan yang sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disemprnakan (EYD). Berdasarkan capaian siswa diatas, penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu pertimbangan bagi guru yang ingin menerapkan metode yang sejenis sebagai salah satu metode pembelajaran yang inovatif.
              Kelebihan yang diperoleh dari penerapan metode investigasi kelompok dan teori behavioristik  adalah dapat merangsang dan memotivasi seluruh agar terlibat aktif  selama proses belajar mengajar serta mampu menghasilkan gagasan yang baik melalui dsikusi kelompok.selain itu, siswa dapat terlibat aktif dalam kelompok belajar karena setiap siswa harus saling bertukar gagasan, bekerja sama, dan saling berdiskusi bersama.
              Siswa yang mengalami kesulitan dalam hal berbicara dapat dibantu dan dibimbing oleh temannya yang pandai dalam membuatnya, sehingga masing-masing anggota kelompok dapat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara tuntas.
              Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu alternatif cara dalam melaksanakan pembelajaran menulis yang efektif dan menarik sehingga mempermudah siswa dalam menhasilkan tulisan deskripsi yang baik .
              Berkaitan dengan simpulan dan implikasi tersebut, maka dapat diajukan saran kepada beberapa pihak. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Dan Satra Indonesia, disarankan menggunakna metode investigasi kelompok dan teori behavioristik dalam pembelajaran keterampilan berbicara karena terbukti dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya secara professional baik itu dalam hal pengembangan dan penyampian bahan ajar atau materi yang akan diberikan maupun dalam pengelolaan kelas, sehingga kualitas pembelajaran yang dilakukannya sedikit demi sedikit akan mengalami peningkatan.
              Selain itu, guru hendaknya membuka diri untuk menerima berbagai bentuk masukan, saran, dan kritikan agar dapat meningkatkan kinerja dan menumbuhkan sikap profesionalisme yang ada pada dirinya. Bagi siswa disarankan untuk mengikuti kegiatan belajar mengakjar secara aktif dengan menanyakan hal-hal yang kurang jelas dan belum dimengerti dalam penyampaian materi yang telah disampaikan oleh guru ataupun menjawab pertanyaan dari guru. Disamping itu, siswa harus banyak berlatih berbicara untuk menuangkan ide atau gagasannya secara runtut dan padu sehingga sedikit demi sedikit siswa dapat menghasilkan gagasan yang baik. Selain itu, sekiranya siswa kurang setuju dengan car mengajar yang digunakan oleh guru, siswa dapat memberikan saran, masukan, bahkan kritik pada guru agar kegiatan pemelajaran yang terjadi dapat berlangsung secar efektif dan efisien.
              Bagi sekolah, agar guru dapat meningkatakan profesionalisme maupun kualitas pembelajaran yang dilakukan melalui penelitian tindakan kelas (PTK) atau dengan mengikuti beberapa forum ilmiah seperti seminar, diskusi ilmiah, penataran-penataran yang diselenggarakan oleh DEPDIKNAS agar pengetahuan dan wawasan guru bertambah luas dan mandalam pemahamannya tentang bidang pendidikan dan pengajaran sesuai dengan profesi yang digelutinya. Disamping itu, kepala sekolah perlu memotivasi guru agar lebih memperluas wawasan mengenai metode-metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang dapat mendukung proses pembelajaran di kelas sehingga hasil yang dicapai siswa lebih memuaskan.
              Bagi peneliti atau pembaca, disarankan untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan PTK dan diharapkan dapat menerapkanatau mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dengan melakukan penelitian langsung di sekolah, ykni berkolaborasi dengan guru untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam pembelajaran di kelas sekaligus memberikan solusi bagi peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran.



DAFTAR RUJUKAN
A.M Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Arifin, Zaenal. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendikia.
Hergenhahn B.R, Olson H. Matthew. 2008. THEORIES OF LEARNING (Teori Belajar). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Listyo Prabowo Sugeng, Nurmaliyah Faridah. 2010. Perencanaan Pembelajaran. Malang: UIN MALIKI PRESS.
M. Echols John, Shadily Hassan. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Rohmadi Muhammad, Nugraheni Sri Aninditya. 2011. Belajar Bahasa Indonesia. Surakarta: Cakrawala Media.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tarigan Guntur. 2008. Berbicara. Bandung: Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar