Tampilkan postingan dengan label RESUME. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RESUME. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Mei 2013

Ruang Lingkup Studi Sastra Bandingan

Damono (2009: 1) mengatakan bahwa kajian sastra bandingan merupakan kajian dalam ilmu sastra yang tidak bisa menghasilkan teori sendiri. Jadi, kajian sastra bandingan dapat menerapkan berbagai teori, sepanjang teori itu tidak menyimpang dari prinsip-prinsip kajian bandingan.
Menurut Endraswara (2011: 95) ruang lingkup sastra bandingan lebih luas dari pada ruang lingkup sastra nasional, baik secara aspek geografis maupun bidang penelitiannya. Sastra bandingan dapat dikatakan sebagai suatu penelitian yang mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih.
Sastra bandingan bertujuan membandingkan karya sastra dengan bidang lain sebagai ungkapan kehidupan (Clements dalam Noor, 2006:1).
Studi interteks dan studi bandingan akan mencari dua hal, yaitu: (1) affinity (pertalian, kesamaan) dan atau paralelisme serta varian teks satu dengan yang lain, (2) pengaruh karya sastra satu kepada karya lain atau pengaruh sastra pada bidang lain dan sebaliknya. Dua hal tersebut masih bisa dikembangkan lagi menjadi beberapa lingkup sastra, antara lain; (a) perbandingan antara karya pengarang satu dengan lainnya, pengarang yang sezaman, antargenerasi, pengarang yang senada, dan sebagainya; (b) membandingkan karya sastra dengan bidang lain; (c) kajian bandingan yang bersifat teoritik, untuk melihat sejarah, teori, dan kritik sastra.
Dari ruang lingkup demikian, sastra bandingan dapat digolongkan ke dalam empat bidang utama, yaitu:
1. Kajian yang bersifat komparatif
2. Kajian bandingan histories
3. Kajian bandingan teoritik
4. Kajian antardisiplin ilmu
Tiga lingkup sastra bandingan, yaitu:
1. Bandingan sastra lisan
2. Bandingan sastra tulis
3. Bandigan dalam kerangka supranasional
Kajian sastra bandingan secara umum dapat diketahui melalui dua madzhab yaitu:
1.       Madzhab Perancis yang menekankan pada perbandingan sastra dengan sastra nasionalis yang didasarkan pada aspek intrinsik dimana karya sastra diteliti dengan membandingkan dengan karya sastra lain atas pertimbangan dari aspek linguistik, pertukaran tema, gagasan, feeling dan nasionalisme.
2.      Madzhab Amerika lebih mengedepankan perbandingan karya sastra antarnegara, bangsa di satu pihak dan studi bandingan antar bidang di pihak lain. Keterkaitan antara sastra bandingan dan sastra nasional yang secara umum sastra nasional dianggap sebagai lingkup yang lebih tertutup dibandingkan dengan sastra bandingan. Sastra secara menyeluruh berarti mempelajari tentang gerakan dan aliran sastra yang melampaui batas nasional. Sedangkan sastra bandingan mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih.




DAFTAR RUJUKAN

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.
Noor, Redyanto. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.

ALIH WAHANA


Transformasi dari karya sastra ke bentuk film dikenal dengan istilah ekranisasi. Istilah ini berasal dari bahasa Prancis, écran yang berarti layar. Selain ekranisasi yang menyatakan proses transformasi dari karya sastra ke film ada pula istilah lain, yaitu filmisasi.
Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam film. Eneste menyebutkan bahwa ekranisasi adalah suatu proses pelayarputihan atau pemindahan atau pengangkatan sebuah novel ke dalam film. Eneste juga menyebutkan bahwa pemindahan dari novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Oleh karena itu, ekranisasi juga bisa disebut sebagai proses perubahan bisa mengalami penciutan, penambahan (perluasan), dan perubahan dengan sejumlah variasi.
Pada Kuliah wawasan ilmu sosial dan budaya, Sapardi Djoko Damono memiliki istilah alih wahana untuk membicarakan transformasi dari satu ke yang lain. Istilah ini hakikatnya memiliki cakupan yang lebih luas dari ekranisasi. Ekranisasai merupakan perubahan ke atau menuju layar putih, sedangkan alih wahana seperti yang dijelaskan Sapardi bisa dari berbagai jenis karya seni ke jenis karya seni lain. Akan tetapi, istilah ini tidak bertentangan dengan makna dan konsep dasar yang dimiliki oleh ekranisasi sebagai proses pengubahan dari satu wahana ke wahana lain.
Sapardi Djoko Damono menjelaskan bahwa alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke dalam jenis kesenian lain. Alih wahana yang dimaksudkan di sini tentu saja berbeda dengan terjemahan. Terjemahan dan penerjemahan adalah pengalihan karya sastra dari satu bahasa ke bahasa yang lain, sedang alih wahana adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi jenis kesenian lain. Sapardi Djoko Damono mencontohkan cerita rekaan diubah menjadi tari, drama, atau film. Bukan hanya itu, alih wahana juga bisa terjadi dari film menjadi novel, atau bahkan puisi yang lahir dari lukisan atau lagu dan sebaliknya. Alih wahana novel ke film misalnya, tokoh, latar, alur, dialog, dan lain-lain harus diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keperluan jenis kesenian lain.
Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang bermediumkan bahasa atau kata-kata, ke dalam film yang bermediumkan gambar audiovisual. Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan menggunakan media bahasa atau kata-kata, dalam film semua itu diwujudkan melalui gambar-gambar bergerak atau audiovisual yang menghadirkan suatu rangkaian peristiwa.
Perbedaan media dua genre karya seni, memiliki karakteristik yang berbeda pula. Bahasa sebagai medium karya sastra memiliki sifat keterbukaan pada imajinasi pengarang. Proses mental lebih banyak terjadi dalam hal ini. Bahasa yang digunakan memungkinkan memberi ruang yang luas bagi pembaca untuk menafsir dan mengimajinasi tiap-tiap yang ditontonnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah durasi waktu dalam penikmatan film. Terbatasnya waktu memberikan pengaruh tersendiri dalam proses penerimaan dan pembayangan.
Selain transformasi bentuk, ekranisasi juga merupakan transformasi hasil kerja. Dalam proses penciptaan, novel merupakan kerja atau kreasi individu, sedangkan film merupakan kerja tim atau kelompok. Novel merupakan hasil kerja perseorangan yang melibatkan pengalaman, pemikiran, ide, dan lain-lain. Maka dengan demikian, ekranisasi juga dapat dikatakan sebagai proses perubahan dari sesuatu yang dihasilkan secara individual menjadi sesuatu yang dihasilkan secara bersama-sama atau gotong royong.
Dalam sastra Indonesia, karya yang mengalami bermacam-macam alih wahana, direka ulang oleh pengarang lain dengan perubahan sudut pandang, diposisikan sebagai sebuah legenda atau cerita rakyat, dipentaskan berulang-ulang oleh sejumlah kelompok teater tradisional maupun modern, disalin ke dalam bentuk naskah atau manuskrip, atau juga dimanfaatkan sebagai nama bagi sejumlah jenis minuman dan makanan, dapat dikatakan sebagai tidak banyak jumlahnya. Transformasi, adaptasi, atau peralihan rupa yang paling lazim adalah perubahan dari novel menjadi film, atau sebaliknya, yaitu dari film diwujudkan menjadi sebuah novel. Utamanya pada dekade terakhir ini, pada awal tahun 2000-an misalnya, tercatat cukup banyak novel atau film yang mengalami perubahan bentuk itu, khususnya pada karya-karya yang cenderung dikategorikan sebagai karya populer.



DAFTAR RUJUKAN
Asrul Sani. 1991. Transformasi Novel ke dalam Film. Jakarta: IKIP Jakarta
Sapardi Djoko Damono. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa
Laelasari dan Nurlailah. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia

PEMAHAMAN UJARAN MANUSIA


Komprehensi dapat didefinisikan sebagai suatu proses mental di mana pendengar mempersepsi bunyi yang dikeluarkan oleh seorang pembicara dan memakai bunyi-bunyi itu untuk membentuk suatu interpretasi tentang apa yang dia perkirakan dimaksud oleh pembicara. Setelah  pemahaman atas ujar itu terjadi, pendengar menentukan, apakah ada tindakan yang perlu dilakukan sesuai dengan apa yang difahami.
1.      Struktur Batin dan Struktur Lahir
Bahwa makna suatu kalimat ternyata tidak hanya ditentukan oleh wujud permukaan yang kita dengar atau lihat saja tetapi bahkan terutama oleh representasi yang mendasarinya. Dengan kata lain, suatu kalimat tidak hanya memiliki struktur lahir tetapi juga struktur batin
2.      Proposisi
Unit-unit makna pada kalimat dinamakan proposisi (Clarak dan Clarak 1977 : 11). Proposisi terdiri dari dua bagian ; (1) argument, yakni, ihwal atau ihwal-ihwal yang dibicarakan, dan (b). predikasi, yakni, pernyataan yang dibuat mengenai argument.
3.      Konstituen sebagai Relita Psikologis
Konstituen bukanlah hanya sekedar potongan kalimat yang sifatnya arbiter saja. Pemotingan kalimat mennjadi konstituen mempunyai landasan psikologis maupun sintaksis yang kuat. Pertama, konstituen merupakan satu kesatuan yang utuh secara konseptual. Kedua, pemotongan kelompok kata di luar konstituen akan mengganggu komprehensif. Ketiga, yang kita simpan dalam memori kita bukanlah kata-kata yang lepas dari konstituenya, tetapi kesatuan makna makna dari masing-masing konstituen.
4.      Strtegi dalam Memahami Ujaran
Dalam memahami suara ujaran. Ada paling tidak tiga faktor yang ikut membantu. Pertama adalah faktor yang berkaitan dengan pengetahuan dunia. Disamping pengetahuan tentang dunia, dalam memahami ujaran kita juga dibantu oleh faktor-faktor sintaktik . Kalimat terdiri dari konstituen, dan onstituen juga memiliki stuktur tertentu. Struktur konstituen inilah yang membantu kita memahami ujaran. Dengan kata lain, kita dapat memakai strategi-strategi sintaktik  untuk membantu memahami suatu ujaran.
Selain strategi sintaktik, ada juga memakai strategi semantik dalam memahami ujaran. Berikut adalah beberapa strategi semantik yang dipakai:
a.       Pakailah nalar dalam memahami ujaran.
b.      Carilah konstituen yang memenuhi syarat-syarat semantik tertentu.
c.       Apabila ada urutan kata N V N, maka N yang pertama adalah pelaku  perbuatan, kecuali ada tanda-tanda lain yang mengingkarinya.
d.      Bila dalam wacan kita temukan pronominal seperti dia, mereka, atau kami, mundurlah dan carilah antesiden untuk pronominal ini
e.       Informasi lama biasanya mendahului informasi baru.
5.      Ambiguitas
Dalam percakapan tersebut kadang-kadang kita menemukan kalimat yang maknanya lebih dari satu yang bisa disebut ambigu atau taksa
·         Macam-macam Ambiguitas
a.       Ambiguitas leksikal ialah ambiguitas karena bnetuk leksikal yang dipakai.
b.      Ambiguitas Gramatikal ialah ambiguitas disebabkan oleh struktur kalimat yang dipakai. Dalam bahasa Indonesia jika dua nomina berjejer sebagai frasa maka nomina yang kedua menerangkan nomina yang pertama.
·         Teori Tentang Ambiguitas
Teori yang pertama yaitu Garden Path Theory (GPT) menurut teori Frazier tahun 1987 dalam Soenjono D.:2012, orang membangun makna berdasrkan pengetahuan sintaktik. Kita seolah-olah berjalan dikebun melewati jalan setapak, tetapi setelah tahu jalan itu keliru barulah kita balik untuk mencari jaln yang lain.
Teori yang lain ialah teori yang dinamakan Constraint Satifaction Theory. Model-model teori ini mengikuti pandangan kaumkaum koreksionis yang menyatakan bahwa unit-unit pemrosesan awal memiliki daya asosiatif yang berbeda-beda.
·         Pemrosesan Kalimat Non-Harfiah
Metaphor ialah kata yangmengungkapkan persamaan sesuatu dengan sesuatu yang lain meskipun keduanya tidaklah sama.

·         Pemrosesan Secara Sintaktik atau Semantik
Kompetensi kita sebagi penutur asli sintaksis bahasa kita meupakn bekal intuitif yang membimbing kita untuk menerima, menolak, meragukan dan mendeteksi ambiguitas suatu kalimat. Sebagai penutur asli, kita juga memiliki intuisi semantic, baik yang sifatnya universal maupun local.
6.      Penyimpanan Kata
Berikut adalah proses memahami makna sebuah kata misalkan pada kata pena.
a.       Pertama, kita harus menemukan apakah keempat bunyi yang didengar , /p/ /e/ /n/ /a/, adalah bahasa kita.
b.      Kedua, kita harus mengumpulkan fitur yang secara alami melekat pada benda itu, bentuk fisiknya,
c.       Ketiga, kita harus membandingkan denan benda-benda lain yang fitur-fiturnya tumpang tindih dengan fitur-fitur kata tersebut, misalkan pensil, kapur, spidol, stabile dan marker.
d.      Keempat, memilih antara beberapa benda tersebut yang memiliki semua syarat. Selanjutnya preses yang dilakukan adalah proses eliminasi: pensil memenuhi banyak syarat tapi wujud fisik tulisannya bukan dari tinta, spidol juga memenuhi banyak syarat akan tetapi hasil tulisannya juga tidak sama.


DAFTAR PERTANYAAN
1.      Bagaimanakan proses atau tahap-tahap ujaran manusia!
2.      Apa perbedaan struktur lahir dan batin dalam pemahaman ujaran manusia!



PEMEROLEHAN BAHASA


Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu yang diperoleh seorang kanak-kanak dan berlangsung di dalam otak. Proses yang terjadi saat anak memperoleh bahasa pertamanya yaitu proses kompetensi, dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari, sedangkan performansi melibatkan dua proses yaitu  proses pemahaman dari bahasa yang kali pertama didengar (bahasa ibunya) dan selanjutnya melibatkan kemampuan untuk menciptakan kalimat-kalimat sendiri.
Berikut beberapa teori atau hipotesis yang berkaitan dengan masalah pemerolehan bahasa yaitu:
1.      Hipotesis Nurani
Manusia lahir dengan sudah dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mdah dan cepat. Namun, hal itu sukar dibuktikan secara empiris. Oleh karena itu, muncul hipotesis nurani yaitu bahasa dibawa sejak lahir, berada di dalam otak atau sudah ada sejak semula yang dianugerahkan Tuhan ada manusia. Ada dua macam hipotesis nurani yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme.
Chomsky berpendapat mengenai Hipotesis Nurani bahwa sejak lahir manusia sudah memiliki alat khusus untuk berbahasa dalam memori otaknya yang berupa LAD (Language Aquisition Device). Hal itu tercermin pada seorang bayi yang sebenarnya di dalam otak sudah tersimpan suatu alat untuk berkomunikasi yang diturunkan secara biologis, tetapi belum bisa untuk diungkapkan. Namun, seiring berjalannya waktu seorang bayi bisa berbahasa ibu karena adanya jalinan batin yang kuat antar keduanya.
Hipotesis nurani mekanisme yaitu proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman.
2.      Hipotesis Tabularasa
Dalam hipotesis ini mengatakan bahwa seorang bayi lahir diibaratkan seperti kertas kosong, bersih tanpa coretan suatu apapun. Namun, seiring berjalannya waktu, kertas kosong itu akan disi dengan berbagai pengalaman-pengalaman. Menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan-dalam-bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil dari integritas peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu. Jadi, manusia itu akan memperoleh bahasanya melalui pengalaman-pengalaman linguistik dalam kesehariannya.
3.      Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kognitif, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di sekitarnya.

A.    Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Fonologi
Dalam bidang fonologi ini, pemerolehan bahasa pada kanak-kanak yaitu adanya rangkaian atau susunan huruf-huruf vokal dan konsonan yang akan menghasilkan suatu kata. Contoh: bahasa kali pertama yang diperoleh seorang bayi dari ibunya berupa /m/a/m/a yang terus-menerus diajarkan secara perlahan-lahan, sehingga lama-kelamaan akan terbiasa mengucapkan kata itu walaupun masih kurang jelas.
B.      Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Semantik
Clark secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini ke dalam empat tahap yaitu sebagai berikut:
a.       Tahap penyempitan makna kata
Kanak-kanak menganggap bunyi guk-guk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja tidak termasuk yang berada di luar rumah)
b.      Tahap generalisasi berlebihan
Anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi, yang dimaksud dengan anjing atau gukguk adalah semua binatang berkaki empat.
c.       Tahap medan semantik
Kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Umpamanya kalau pada utamanya kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat, tetapi setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing berlaku untuk anjing saja.
d.      Tahapa generalisasi
Kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut presepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan seperti ini semakin sempurna jika kanak-kanak itu semakin bertambah usia. Jadi, ketika berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun misalnya, mereka telah mampu mengenal yang dimaksud dengan hewan yaitu semua makhluk yang termasuk hewan.
C.    Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata dan menurutnya itu merupakan suatu kalimat.
D.    Pemerolehan pada Bidang Leksikon
Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi yaitu dia memakai tangis dan gesture. Pada mulanya kita kesukaran member makna untuk tangis yang kita dengar tetapi lama-kelamaan kita tahu pula akan adanya tangis-sakit, tangis-lapar, dan tangis-basah.
E.     Pemerolehan Bahasa dalam bidang pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat yang sama. Seorang anak pun diajari bagaimana cara berbahasa yang baik dengan orang lain agar tidak menyinggung mitra tuturnya.


DAFTAR PERTANYAAN
  1. Apa prinsip-prinsip yang ada di dalam pembelajaran bahasa pertama? Sebutkan dan jelaskan!
  2. Jelaskan tentang pendekatan behavioristik, nativis, dan fungsional! Berikan contoh konkritnya!