Jumat, 12 April 2013

RACUN DAN MADU


Sebut saja dia Parjo alias ayahku. Dia seorang yang pemabuk. Suka main perempuan. Dan dia sangat keras kepala. Siti alias ibuku merasakan tekanan batin mempunyai suami seperti dia. Apalagi aku, aku pun sangat benci padanya. Tapi aku menyadari bahwa seburuk apapun ayahku, dia tetap ayahku. Tanpa dia aku pun tidak akan ada di dunia ini. Suatu ketika aku kehabisan uang untuk membayar ini dan itu, maklum anak kos. Tapi aku tidak sering meminta orang tuaku. Karena aku dapat beasiswa. Kalau beasiswaku belum cair, ya terpaksa aku minta kiriman. Gini-gini aku mahasiswa di universitas ternama lo, alias Universitas Indonesia.
“Yah, aku minta kiriman uang. Kata ibu, aku dapat jatah bulanan dari ayah. Mana yah? Tolong segera dikirimkan, karena anakmu di sini kehabisan uang” Itu sms yang aku kirimkan ke ayah.
“Uang lagi, uang lagi. Kalau tidak bisa berhemat sudah keluar sana”
“Ayah kenapa balasannya seperti itu. Aku ini anak kandungmu yah, ayah tega sekali berkata demikian. Aku ini kepepet yah, tolong kirimi aku uang”
“Aku tidak ada uang. Aku sudah tidak bekerja lagi. Minta sama ibumu saja”
“Aku jadi binggung. Kata ibu aku disuruh minta ke ayah. Tapi kata ayah sebalikknya. Kalian itu orang tua macam apa sih”
“Dasar anak kurang ajar. Tidak tahu balas budi. Anak tidak tahu diri. Asu buntung kau Ky”
“Ayah juga bukan orang yang baik. Aku tidak butuh nasihat ayah”
“Dasar anak tidak tahu diuntung kamu”
            Akhirnya aku tidak membalasnya lagi. Aku capek berdebat dengan ayah. Aku membaringkan tubuhku di kasus. Aku bingung harus berbuat apa. Uangku tinggal dua puluh ribu. Tidak cukup buat makan satu minggu. Sementara aku tidak mungkin untuk pulang.
*                      *                      *
Esok harinya aku melihat Bella seang duduk di taman kampus. Dia kelihatannya serius sekali. Aku ingin menemuinya, tapi aku malu. Aku ini anak dari keluarga yang sederhana, sedangkan dia anak pejabat negara. Ibarat langit dan bumi. Tapi aku sungguh mengaguminya. Aku ingin ngajak dia keluar. Tapi itu tidaklah mungkin. Uang dua puluh ribu tidak cukup buat naik angkot. Apalagi buat traktir dia makan. Aku yakin dia makan di tempat yang mewah. Tentunya bukan di warung pinggir jalan. Ah sudahlah itu hanya buat aku tambah sakit hati saja karna tak bisa mengajaknya. Aku langkahkan kaki menuju perpustakaan.
“Risky...Risky...” Terdengar suara panggilan.
Aku berhenti sejenak dan menoleh. Ternyata Bella yang memanggilku. Tangannya melambai-lambai ke arahku. Aku hampir tidak percaya. Aku sampai mencubit pipiku dengan kuat-kuat. Sakit ternyata. Ini bukan mimpi. Ini nyata, Bella memanggilku. Apa aku tidak salah dengar? Ah pasti ada orang lain yang namanya mirip denganku. Aku menoleh ke kanan dan kiri, ke depan dan belakang. Dan hanya ada aku seorang. Wah ini kesempatan yang baik untuk dekat dengannya. Aku berkeringat. Aku sangat minder dengannya. Aku mengusek-usek rambutku dan perlahan-lahan jalan mendekati tempat duduk Bella.
“Maaf, apa kamu yang memanggilku Bella?”
“Tidak. Aku tidak memanggilmu”
“Tapi tadi kamu bilang Risky...Risky. Itu kan namaku Bella” Jawabku dengan heran.
“Memang kamu saja yang memiliki nama Risky?”
“Iya bukan. Tapi saat aku berdiri di sana tidak ada seorangpun kecuali aku”
“Kamu yakin?”
“Yakin. Sangat yakin” Aku mencoba meyakinkan Bella, padahal dalam hati aku sangat malu karena ternyata bukan aku orang yang dimaksud.
“Oh ya. Apa yang membuatmu seyakn itu?”
“Sebelum aku ke sini, aku melihat kanan kiri, depan belakang memastikan ada orang atau tidak selain aku. Aku takut bukan aku yang kamu panggil. Dan ternyata tak ada orang, jadi ya aku pikir Risky yang kamu panggil itu aku. Terus sampai dek aku ke sini”
“Oh begitu ceritanya. Tapi sungguh bukan kamu yang aku maksud”
“Terus siapa Bella? Jangan....jangan...”
“Jangan....jangan...apa?”
“Tidak, aku hanya bercanda. Aku pikir kamu bisa melihat makhluk halus, hahahaha”
“Husssst tidak lucu tahu”
“Maaf Bella, abis aku penasaran dengan orang yang kamu panggil”
“Risky yang aku maksud adalah dia. Anjing yang lucu di sebelah sana” Bela menunjuk ke arah anjing putih itu.
Sial, namaku disamakan dengan anjing, kataku dalam hati. “Maaf Bella aku terlalu PD. Kalau gitu aku ke perpustakaan” Aku memutar badanku tuk meninggalkan Bella.
“Tunggu Ky”
“Ada apa lagi Bella?”
“Kamu mau gak temani aku di sini?”
“Wahhhhh, kamu becanda yan Bell?”
“Ngak. Aku ngak bercanda. Aku sudah lama tahu tentang kamu Ky. Dan jujur aku mengagumimu. Sengaja aku menyuruh anjingku untuk berada di tempat kamu berdiri tadi. Aku ingin menapamu, tapi aku tidak punya keberanian. Dan Tuhan berkata lain, anjingku berhasil membawamu ke hadapanku. Maaf aku tlah jahil padamu”
“Wah....wah....pinter acting ternyata kamu. Kenapa gak jadi artis saja Bella? Ngaoain lebih memilih jadi anak kedokteran?”
“Sini duduk dulu Ky. Gak enak ngobrol sambil berdiri”
“Iya terima kasih” Jawabku sambil seneng banget. Dan aku mencium bau badanku. Takut-takut nanti dia mencium bau yang tidak enak. Aku akan malu di depannya.
“Kenapa Ky?”
“Emmmmmm gak apa-apa kok. Ini ada semut di bajuku”
“Iyakah. Sini mana coba kulihat?”
“Jangan...jangan. tak perlu, sudah jatuh kok semutnya”
“Syukurlah. Oh ya ngomong-ngomong kamu tidak ada kuliah hari ini?”
“Tidak. Aku ke kampus ingin bertemu Ardy. Tapi dia sekarang lagi ada di perpustakaan cari referensi buat tugasnya”
“Kalau boleh aku tahu ada erlu apa dengan  Ardy?”
Aku panik, aku ingin jujur tapi aku malu. Tak mungkin aku menceritakan kondisi keuanganku padanya. Bisa mati gaya aku.
“Ky kok diam? Aku salah ngomong ya?”
“Emmmmmm, tidak...tidak. Aku hanya kepanasan saja. Sedikit gerah dan nervous berdekatan sama cewek cantik seperti kamu” Jawabku menghindar dari pertanyaannya.
“Ah kamu bisa saja. Aku jadi malu. Ayo jawab Ky pertanyaanku tadi”
“Yang mana? Aku jadi lupa. Ini efek dari nervous”
“EMMMMMMMM lagi-lagi pasti gitu. Ya udah ayo kita ke perpustakaan menemui temanmu itu. Bolehkan aku ikut?”
“Tentu...tentu...” jawabku rada grundel karna takut misiku terbongkar.
*                      *                      *
Sesampainya di perpustakaan, terlihat Ardy duduk di sebalah pojok. Aku dan Bella bergegas menghampirinya. Tapi saat itu aku deg deg kan karna dalam hitungan menit, Bella akan tahu tentan tujuanku menemui Ardy.
“Hai bro” Tegur sapaku ke Ardy.
“Lamanya kau ini, ditunggu dari tadi gak nonggol-nonggol. Ke mana saja kau Ky?”
“Ini kenalin namanya Bella. Dia anak kedokteran gigi”
“Hallo, aku Bella”
“Aku Ardy. Wah rupanya ini yang membuat lama ya. Hebat kau Ky” Mereka semua tertawa.
“Ada kejadian lucu tadi di taman, makanya aku lama nyampai ke sini”
“Oh ya Ky jadikah kau pinjam uang? Ini aku bawa dua ratus ribu saja, karna aku sendiri juga lagi bokek. Maaf ya kawan, hanya ini yang bisa kuberikan. Tak usah diganti, bawalah saja ya”
“Aku janji akan mengembalikannya padamu Dy, tapi aku tak tahu kapan hari itu tiba”
“Sudahlah kawan, bawa saja. Aku dan kau sudah seperti saudara sendiri”
“Terima kasih Dy sebelumnya. Aku pergi dulu karna masih ada keperluan”
“OK...hati-hati ya cantik, temanku satu ini suka mengambil hati orang. Termasuk aku senditi, kawan baiknya”
Bella tersenyum manis dan kami pun keluar dari perpustakaan menuju depan kampus. Aku malu saat Ardy memberikan uangnya kepadaku. Tapi itulah kenyataan yang harus Bella ketahui. Aku sadar aku siapa? Dan aku sadar Bella siapa? Aku tak ingin diantara kami ada yang ditutup-tutupi.
*                   *                   *
Kringggggggggggggggggggggggg!!!
“Iya bu ada apa?”
“Jangan dengarkan apa kata ayahmu Ky. Kemarin dia mabuk”
“Iya bu Risky tahu. Ayah memang tak pernah berubah. Ayah tak ernah mendengarkan apa kata ibu, apalagi kata-kataku”
“Maaf Ky ibu juga belum bisa mengirim uang buatmu. Ini ayahmu sudah tidak bekerja lagi. Uang dari dagangan ibu dirampas ayahmu buat minum, main judi, dan yang paling menyakitka dibuat mainnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn....”
“Sudah bu cukup, jangan diteruskan. Aku pun tahu hal itu, itu sudah menjadi kebiasaan ayah. Makanya aku tak betah berada di rumah. Rasa-rasanya aku tak ingin pulang”
“Lo jangan begitu Ky, ini rumahmu, tempat kelahiranmu. Ini ibumu, apa kamu tidak kangen dengan ibu?” ibu menangis.
“Jangan menangis bu, aku sangat kangen dengan ibu. Tapi aku muak bertem ayah”
“Ya sudah kalu liburan panjang, pulanglah kau Ky. Bukan demi siapa-siapa, tapi demi ibumu ini”
“Ya bu. Maafkan Risky”
“Ibu tutup telponnya ya. Jangan lupa makan, sholat, belajar lo. Jaga dirimu baik-baik di sana Ky”
“Iya bu”
KLIK
*          *          *
Sabtu malam minggu Bella menelponku. Dia bilang kalau ingin jalan denganku. Tapi aku menolaknya karna menurutku aku tak pantas berada di dekatnya. Papanya juga akan marah kalau tahu aku jalan dengan dia. Aku berusaha menolak, tapi dia tetap memaksa. Dia merengek-rengek sampai menangis. Aku tak tega mendengar suara sedihnya. Terbayang sekilas wajahnya memerah.
“Risky, ayolah......sekali saja”
“Aduh gimana ya Bell. Aku takut kalau ketahuan anak buah ayahmu”
“Aku tidak akan bawa pengawal. Percaya padaku”
“Entahlah Bel, aku binggung”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar