Berawal
dari kebencianku pada seseorang yang aku sebut jerapah, lehernya yang panjang
serta badannya yang tinggi menjulang tanpa daging membuat dia sangat mirip
dengan jerapah. Sosok yang sangat menyebalkan karena sikapnya yang dingin serta
masabodo pada sesuatu yang ada di sekelilingnya, itulah alasan kebencianku
hadir padanya . Mawar itulah namaku, usiaku 16 tahun kini aku duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas, saat dimana semua dimulai.
Aku
mempunyai teman sebangku yang bisa aku bilang bukanlah sahabat karib, karena
aku hanya bisa bertahan beberapa minggu saja berbagi bangku dengannya, aku
mulai mencari teman lain untuk menjadi teman sebangku ku, bukan karena
membecinya aku berpindah tempat, tapi karena aku sendiri sedang beradaptasi
dengan lingkungan baru bersama putih abu-abu . 6 bulan berlalu akupun mulai
bisa menerima semua yang baru ini . Seragam, teman, sekolah serta kehidupan
putih abu-abu sudah bisa aku nikmati, dan kebencian pada jerapahpun muncul. Aku
memang tak terlalu mengenal dirinya, akupun masih asing padanya, walaupun dia
adalah teman sekelasku.
Tugas,tugas,tugas,
masa putih abu-abu tak luput dari yang namanya “tugas” hal yang banyak dibenci
mereka yang menggunakan seragam putih abu-abu. Tugas tak lagi menjadi beban
pribadi ketika tugas itu berupa tugas kelompok, tapi apa ? tugas tetaplah beban
bagiku, karena jerapahlah yang menjadi rekan kelompokku. Apa daya ,aku yang
memang sudah menaruh kebencian padanya harus lebih bersabar dan ikhlas sampai
saat dimana kami bisa di pisahkan oleh jurusan yang akan kami pilih nanti.
Marah, kesal sedang membayangi hari-hariku di kelas ini, karena sikapnya yang
tak kunjung bertanggung jawab dengan tugas yang seharusnya kami kerjakan
bersama, tapi aku yang harus mengerjakannya tanpa bantuan seorang rekan
kelompok. Aku tak sendiri teman-temanku yang mengenalnyapun tahu jika jerapah
memang termasuk orang menyebalkan dengan sikapnya yang dingin dan masabodo itu.
1333809952421105447
Tugas
itupun berlalu dan sampailah pada akhir perjuangan selama 12 bulan yaitu
Ulangan Semester Genap. Aku ada di posisi paling strategis untuk diperhatikan
oleh pengawas, sahabatku yang selalu membantuku saat ini terjauh dariku karena
nomor absen kami yang tak berdekatan. Mata pelajaran pertama yang di ujikan
masih bisa aku atasi, kedua masih bisa aku syukuri, ketiga dan sampai pada mata
pelajaran Bahasa Inggris seketika aku berhenti untuk mengerjakan soal ulangan
tersebut, bukan karena aku tak mampu menyelesaikannya tapi karena kebencianku
yang sudah berlansung bertahun-tahun pada pelajaran tersebut, sehingga aku tak
punya cadangan ilmu untuk pelajaran tersebut. Tengok kiri dengan perlahan, hm..
tak ada teman yang bisa aku andalkan, tengok kanan dengan sangat hati-hati,
hm.. tak ada yang bisa aku lihat di sebelah kananku, karena itu adalah tembok.
Mungkin inilah akhir dari perjuanganku selama 5 hari Ulangan semester genap,
aku sudah tak bisa tenang seperti biasa yang aku lakukan jika sedang
mengerjakan soal-soal ulangan, mungkin karena itu jerapah memanggilku dan
“Hey.. butuh jawaban ? “Dengan ragu aku menganggukan kepalaku, “iya..” “Nih…”
dengan baiknya dia memberikan jawabannya padaku, bukan satu atau dua nomor saja
tapi semua, semua jawabannya di perlihatkan padaku. Hanya keselamatan keluar
dari ruang ujianlah yang aku pikirkan saat itu. Sejak hari itu aku tidak lagi
melihatnya sebagai sosok yang menyebalkan walau hanya untuk beberapa menit
saja. Kebaikan yang membuat aku merubah padanganku terhadapnya yang awalnya
semua buruk seketika menjadi sedikit ada baiknya.
Hari
terakhir dimana aku harus berjuang dengan Bahasa Jepang, kini tak seburuk
Bahasa Inggris aku bisa menaklukkan soal-soal yang keriting tersebut, tapi
sebaliknya jerapahlah yang meminta tolong padaku, aku ragu memberinya jawaban,
tapi aku bukan kacang yang lupa kulitnya, setidaknya kemarin dia sudah
menolongku keluar dari ruang ujian dengan selamat itu artinya inilah saatnya
aku berbalas budi dan semua impas 1-1. Ya.. semuanya berakhir sudah, jurusan
yang aku inginkan pun sudah ada di depan mata, tapi ceritaku bersama jerapah
belum usai. Aku bergegas keluar dari ruangan ujian yang penat itu, disusul
dengan jerapah. Aku baru melangkah kira-kira lima langkah dari pintu keluar dia
mengatakan “terima kasih J” dengan suara yang halus, sampai-sampai aku tidak
menyadari itu adalah jerapah yang aku benci. “ya..” aku menoleh kebelakang dan
kaget karena suara itu adalah suara jerapah orang yang aku benci. “makasih ?
buat apa ?” tanyaku padanya, “yang tadi, sangat membantuku” belum sempat aku
balas semua teman-temanku yang mendengarkan percakapan kami langsung berteriak
“cie.. ada apa nih ? mawar ? jerapah ?”. “kalian.. aku hanya membantunya karena
dia juga membantuku kemarin” penjelasanku pada teman-temanku, “oh.. ga mau tau
tuh, yang kita tahu pasti ada sesuatu, haha..” buyonan mereka padaku dan
jerapah, jerapah yang hanya diam dan tidak berusaha membantuku menjelaskan
kesalah pahaman itu membuat aku mulai kesal kembali padanya.
Ulangan
semester genap sudah berlalu, akupun hanya tinggal menunggu hasil dari
perjuanganku selama 12 bulan belajar di kelas X. Untuk memberikan waktu pada
wali kelas memasukkan nilai ke rapot sekolah mengadakan sebuah liga futsal,
sedikit menolong menghilangkan bosan berada disekolah karena sudah tidak lagi
melaksanakan KBM. Hari senin 19 Juni adalah jadwal kelasku untuk bertanding,
pemain sudah siap tapi satu orang yang membuatku sangat jengkel dia lagi lagi
jerapah yang tiba-tiba tidak mau ikut bertanding, aku yang lelah membujuk serta
memaksanya untuk mau bermain akhirnya memutuskan untuk menggantinya dengan
temanku yang lain, dan dia tidak ada di sekolah dia masih berada di rumahnya
jarak rumah hingga sekolah di tempuh dengan dua kali menaiki angkutan umum.
Jika harus turun naik angkutan umum waktunya akan sia-sia karena pertandingan
akan segera di mulai, aku yang sedang emosi menyuruhnya segera datang dan tidak
perlu menaiki angkutan umum melainkan menaiki ojek agar lebih cepat. 15
menitpun berlalu akhirnya dia tiba dengan selamat di sekolah, bukan kata maaf
yang aku terima, karena dia kelas kami hampir di W0 justru aku mendapatkan
makian dari indra nama temanku itu. Dia memarahiku seolah-olah aku yang salah
karena menyuruhnya segera datang padahal pertandingan belum juga dimulai, aku
tak bisa membela diriku karena indra memarahiku dengan jerapah, aku tidak mau
mendengarkan ocehan mereka tapi aku perempuan, yang juga sensitive jika di
marahi dengan kata-kata yang sangat menyesakkan dada. Satu dua tiga sekitar
tiga menit mereka memarahiku, aku yang hanya diam mendengarkan mereka tiba-tiba
menangis di ujung kelas dengan gaya emo. Tak ada yang menyangka kalau aku
sedang menangis.
133381002158669300
Di
kala keheningan tiba karena semua teman-temanku berada di dalam kelas.
sahabatku mega menghampiri, dia menyangka aku menyendiri sedang tidur, “mawar..
kenapa diem di sini ?” Tanya mega, aku tak menjawabnya karena nafasku sesak
karena harus menangis dengan gaya emo. “mawar.. kenapa ?mawar..” dan akhirnya
mega pun tahu bahwa aku sedang menangis, dengan spontan dia langsung bertiriak
kepada anak satu kelas kalau aku menangis, salah satu temanku yang melihat aku
di marahi jerapah dan indra langsung menuduh jarapahlah orang yang sudah
membuatku menangis. Aku merasa bersalah karena sebenarnya aku menangis karena
perkataan indra bukan jerapah. Aku hanya bisa diam dan menggelengkan kepalaku
sebagai tanda bukan jerapahlah penyebabnya. Perasaan bersalah pun timbul kepada
jerapah, sekaligus jengkel pada indra karena dia aku menangis dan dengan
tampang tak bersalah indra pergi begitu saja seolah-olah dia tak tahu apa-apa.
Jerapah yang sudah terpojok oleh tuduhan teman-temanku akhirnya membawakan
sebotol air mineral “ini.. minum dulu , maaf ya” ucapnya padaku, tangisku tak
ku tak kunjung usai, aku semakin merasa bersalah.
Kejadian
itu pun berlalu dan mengawali pertemananku bersama jerapah. Sosok yang aku
benci sebelumnya tiba-tiba menjadi sosok yang sangat baik, hingga aku sendiri
tak sadar kalau aku menyukainya. Berteman selayaknya sahabat itulah yang kami
jalani, memang jerapah tak memberi harapan apapun padaku tapi tetap saja hatiku
tak bisa berbohong kalau aku menyimpan harapan yang besar padanya. Hingga pada
suatu hari aku benar-benar dekat dengannya tiba-tiba aku harus benar-benar
jauh, hanya karena pesan ku di facebooknya. Semua teman-temanku yang sejak awal
sudah mengetahui gelagatku yang berubah pada jerapah akhirnya mengetahui rasa
itu benar-benar ada. Mereka berkomentar di pesanku itu, aku yang tak mau
jerapah tahu tentang rasa itu akhirnya mengahapus pesan tersebut. Memang
kebohongan tak pernah bertahan lama, karena tak lama kemudian jerapah
mengetahuinya. Jerapah yang hanya menganggapku teman saja akhirnya menjauhiku
dengan alasan “aku tak mempunyai perasaan yang sama denganmu, karena itu aku
tak mau menjadi orang yang menyakiti hatimu, aku pergi agar kau bisa mencari orang
yang benar-benar menyukaimu juga, dan itu bukan aku” pesan terakhirnya padaku.
Bukan kebencian yang aku simpan untuknya tapi aku semakin mengaguminya karena
sikapnya itu, aku semakin berharap lebih, seandainya dia juga bisa mempunyai
perasaan yang sama padaku walau itu butuh waktu yang entah berapa lama. Kini
aku hanya bisa menyesali kenapa harus kebencian yang aku rasakan diawal
mengenalnya, kenapa aku pernah membencinya hanya karena aku tak mengenalnya.
Jerapah memang bukan seorang lelaki yang memberi harapan palsu padaku, tapi dia
membuatku berharap lebih padanya. “jerapah.. aku masih disini, di tempat dimana
rasa itu pernah mengebu-gebu, aku masih simpan perasaan ini baik-baik, hingga
aku selalu menangis jika aku harus kembali mengingat pesanmu yang membuat aku
semakin menyukaimu”. Semua kenangan itu hingga kini masih aku simpan dan masih
aku ingat dengan jelas, walau aku hanya bisa menceritakan itu lewat sebuah
tulisan ini.
Duniaku
kembali semu, semua yang membuatku bahagia kini hanya mengenalku dari jauh,
kami bahkan seperti orang yang tak saling mengenal, walau semua orang tahu aku
menyukainya tapi tetap, hati jerapah tak kunjung berpihak padaku. “Kan ku putar
waktuku jika itu bisa membuatmu mengenalku kembali dan menyimpan hatimu untuk
ku”, khayalku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar