Lely
punya teman seorang penyanyi. Sebut saja namanya Gita. Gita menjadi lebih
terkenal setelah merilis album terbarunya Everything
I Need Is Only You. Dia kembali kuliah setelah tertinggal beberapa minggu.
Lely melihatnya duduk di bangku pertama di dalam kelas jumat pagi. Dia sibuk
membaca buku. Dia begitu cantik dan terkenal pintar. Dan juga mempunyai suara
yang enak. Kenyataanya dia selalu juara kelas selama empat semester ini. Dia
gadis yang berprestasi pada umurnya sekarang. Saat yang lain memikirkan
ekonomi, tapi dia bisa membiayai kuliahnya sendiri. Dia adalah gadis yang
sempurna.
Tapi
untuk Lely, dia adalah musuh. Pikiran itu muncul pertama kali saat Dion
bertanya tentang Gita padanya. Dion teryata adalah teman traveling Gita dari Jakarta kemarin.
* * *
“Tata
itu temanmukan Lel?” Dion bertanya setelah cerita tentang perjalanannya yang
menyenangkan. Paman Dion mengundangnya untuk berlibur ke Jakarta selama tiga
hari. Dan saat pulang, tiba-tiba ada cewek yang pindah tempat duduk di
sampingnya. Dion pikir cewek itu tidak asing.
“Hai
Dion... Kamu suka baca horison?” Kata gadis itu.
“Kok
dia bisa tahu aku” Kata Dion dalam hati.
“Oh
iya, aku suka membacanya untuk menghabiskan waktu”
“Jadi
kamu dari Jakarta ya? Bagaimana menurutmu tentang Jakarta?”
“Indah.
Kamu tahukan macetnya agak bikin shock. Maklum kota besar”
“Kamu
kayak turis saja”. Dia tersenyum.
“Iya.
Pamanku yang menyuruhku datang ke Jakarta. Dan sekarang aku balik ke Semarang,
itu semua beliau yang membayari”
“Pamanmu
baik ya?”
“Iya.
Eh aku boleh nanya? Aku gak tahu namamu, tapi kamu tahu namaku”
“Ya.
Kamu pakai almamater universitas kita. Dan aku pernah melihatmu dengan Lely di
Semarang. Aku Tata temannya Lely. Aku lihat kamu baca buku, jadi aku terpaksa
mengajakmu ngobrol”
Gitulah
mereka berdua dengan mudahnya menjadi teman. Dan Dion tanya tentang Gita ke
Lely di kosan Lely.
“Kita
biasa memanggilnya Gita atau Tata”
* * *
Hari
ini Lely tidak bisa menjelaskan perasaannya ketika melihat Gita. Dia tidak tahu
kenapa harus marah pada Tata. Marah atau iri tepatnya. Dia tak punya alasan.
Dia mencoba berpikir tapi hatinya sakit.
“Hai
Ta?” Lely menyapa Gita sambil tersenyum manis.
“Hai.
Udah lama kita gak ketemu. Gmn kabarmu cantik?” Lely pikir dia begitu tulus,
kemudian dia tersenyum.
“Baik.
Jadi sejak kapan kamu baca buku filsafat? Kamu jangan terlalu banyak mikir
nanti rambutmu rontok dan gak cantik lagi lo” Mereka tertawa bersama.
Dalam
hati Lely berkata: “Ya tuhan kita itu teman, gak mungkin akau memusuhinya”
“Dion
bilang kamu itu cuek banget”
Dalam
hati Lely berkata: “Dion? Dion lagi? Oh ya kita Cuma teman”
“Aku
merasa dipuji” Lely tersenyum.
“Iya
kadang-kadang aku merasa kamu tuh gak cuma cuek tapi kejam. Kamu inget gak pas
seminar linguistik? Kamu mengekpresikan idemu tanpa peduli pendapat orang lain.
Aku suka itu”
“Aku
memang gak peduli. Selama aku pikir itu benar........”
“Aku
akan mengambil risiko dan membuatnya benar”
* * *
Suatu sore sebuah mobil berhenti
tepat di depan kos Lely. Dion keluar, tentu saja bersama Gita. Mereka tersenyum
saat melihat Lely menyiram bunga di halaman. Itulah saat di mana Lely susah
untuk tersenyum.
“Ternyata
teman kita masih ingat untuk nyiram bunga”
“Mau
ikut kita kah?” Dion tersenyum.
“Kemana?”
Susah payah dia menutupi hatinya yang cemburu.
“Kita
akan bertemu penyair yang akan menjadi konsultan lirik lagu Tata. Kamu tahu Lel
dia sudah nulis lagunya sendiri”
“Wowwwww.
Tapi maaf aku tak bisa kemana-mana”
Gak
ada orang selain aku? Apa aku cemburu ya? Hatiku cekit-cekit (kata Lely dalam
hati).
“Jadi
sepertinya kita harus pergi tanpa Lely Dion? Sampai ketemu lagi”
Suara
Gita terdengar senang. “Sampai ketemu besok Lely”
“Iya.
Semoga menikmati kencan kalian” Lely melihat mereka pergi dan dia ke dalam lalu
menangis. Dan jika seseorang bisa menangis setiap hari selama semingu dia akan
melakukannya. Dia tidak bisa melihat Dion dan Gita bersama-sama. Itu membuatnya
depresi. Dulu dia pernah menertawakan seseorang yang patah hati. Tapi sekarang
dia tahu gimana rasanya patah hati. Betapa sakitnya dan sakit, itu katanya.
“Aku
harus kuat. Brengsek kamu Dion. Kamu Cuma temanku, tapi kenapa aku harus sedih
gara-gara kamu keluar dengan cewek lain? Kenyataannya dia tidak pernah bilang
cinta padaku, tapi kenapa aku harus cemburu melihatnya pergi dengan cewek lain”
“Lely”
Suara panggilan namanya.
Upssss.
Lely cepat-cepat menghapus air matanya. Semua temannya sudah pulang tapi
ternyata masih ada Gita berdiri di depan pintu.
“Kamu
tidak kelihatan seperti biasanya. Jangan sedih Lely”
“Ngak
kok aku ngak sedih”
“Hei
kita ini cewek. Kamu tidak bisa menyembunyikan perasaanmu. Ini tentang Dion
kan?”
“Kok
kamu bisa tahu?”
“Perasaan
cewek. Aku hanya melihat wajahmu, caramu bicara dan kamu menyebut nama Dion.
Itu lebih jelas dari kata-kata. Maaf Lely dia sangat berarti buatmu. Aku gak
ada maksud untuk nyakitin kamu. Aku jalan sama dia kemarin karena aku hanya
ingin dia menemani aku. Kenapa mereka cowok-cowok itu begitu bodoh. Susah
mengerti kita sebagai cewek. Secepatnya aku akan meluruskan semuannya. Kamu
tidak perlu khawatir akan kehilangan dia. Kita kan teman. Kamu gak usah sedih.
Sekarang kamu harus jadi dirimu sendiri. Lely yang kuat dan pintar”
“Kamu
bercanda. Aku gak sekuat yang kamu pikir. Kamu tahu kan sekarang?”
“Iya
kita kan cewek itulah kenyataanya. Tapi kamu harus kuat. Terkadang menangis itu
penting. Aku akan naganterin kamu pulang sekarang. Hapus air matamu, di luar
banyak orang, aku ngak mau mereka melihatmu dalam keadaan seperti ini” mereka
tertawa bersama-sama.
“Ngomong-ngomong
kenapa kamu gak di rumah aja. Kamu kan lagi sedih, kenapa kamu maksa diri buat
kuliah”
“Aku
gak mikir akan sesedih ini dan menangis tanpa sadar menangis sendiri saat.....!”
“Saat
mengingat Dion?”
“Iya”
Lely mengakui.
“Iya
aku gak tahu, Dion begitu ganteng dimatamu” Lely melihat mata gita, ada
ketulusan di sana
“Apa
yang kamu bicarakan Gita. Kamu malah memuji-muji Dion. Apa maksudmu?”
.........................................................................................................................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar