Sebut
saja dia Parjo alias ayahku. Dia seorang yang pemabuk. Suka main perempuan. Dan
dia sangat keras kepala. Siti alias ibuku merasakan tekanan batin mempunyai
suami seperti dia. Apalagi aku, aku pun sangat benci padanya. Tapi aku menyadari
bahwa seburuk apapun ayahku, dia tetap ayahku. Tanpa dia aku pun tidak akan ada
di dunia ini. Suatu ketika aku kehabisan uang untuk membayar ini dan itu,
maklum anak kos. Tapi aku tidak sering meminta orang tuaku. Karena aku dapat
beasiswa. Kalau beasiswaku belum cair, ya terpaksa aku minta kiriman. Gini-gini
aku mahasiswa di universitas ternama lo, alias Universitas Indonesia.
“Yah,
aku minta kiriman uang. Kata ibu, aku dapat jatah bulanan dari ayah. Mana yah?
Tolong segera dikirimkan, karena anakmu di sini kehabisan uang” Itu sms yang
aku kirimkan ke ayah.
“Uang
lagi, uang lagi. Kalau tidak bisa berhemat sudah keluar sana”
“Ayah
kenapa balasannya seperti itu. Aku ini anak kandungmu yah, ayah tega sekali
berkata demikian. Aku ini kepepet yah, tolong kirimi aku uang”
“Aku
tidak ada uang. Aku sudah tidak bekerja lagi. Minta sama ibumu saja”
“Aku
jadi binggung. Kata ibu aku disuruh minta ke ayah. Tapi kata ayah sebalikknya.
Kalian itu orang tua macam apa sih”
“Dasar
anak kurang ajar. Tidak tahu balas budi. Anak tidak tahu diri. Asu buntung kau
Ky”
“Ayah
juga bukan orang yang baik. Aku tidak butuh nasihat ayah”
“Dasar
anak tidak tahu diuntung kamu”
Akhirnya aku tidak membalasnya lagi.
Aku capek berdebat dengan ayah. Aku membaringkan tubuhku di kasus. Aku bingung
harus berbuat apa. Uangku tinggal dua puluh ribu. Tidak cukup buat makan satu
minggu. Sementara aku tidak mungkin untuk pulang.
* * *
Esok
harinya aku melihat Bella seang duduk di taman kampus. Dia kelihatannya serius
sekali. Aku ingin menemuinya, tapi aku malu. Aku ini anak dari keluarga yang
sederhana, sedangkan dia anak pejabat negara. Ibarat langit dan bumi. Tapi aku
sungguh mengaguminya. Aku ingin ngajak dia keluar. Tapi itu tidaklah mungkin.
Uang dua puluh ribu tidak cukup buat naik angkot. Apalagi buat traktir dia
makan. Aku yakin dia makan di tempat yang mewah. Tentunya bukan di warung
pinggir jalan. Ah sudahlah itu hanya buat aku tambah sakit hati saja karna tak
bisa mengajaknya. Aku langkahkan kaki menuju perpustakaan.
“Risky...Risky...”
Terdengar suara panggilan.
Aku
berhenti sejenak dan menoleh. Ternyata Bella yang memanggilku. Tangannya
melambai-lambai ke arahku. Aku hampir tidak percaya. Aku sampai mencubit pipiku
dengan kuat-kuat. Sakit ternyata. Ini bukan mimpi. Ini nyata, Bella memanggilku.
Apa aku tidak salah dengar? Ah pasti ada orang lain yang namanya mirip
denganku. Aku menoleh ke kanan dan kiri, ke depan dan belakang. Dan hanya ada
aku seorang. Wah ini kesempatan yang baik untuk dekat dengannya. Aku
berkeringat. Aku sangat minder dengannya. Aku mengusek-usek rambutku dan
perlahan-lahan jalan mendekati tempat duduk Bella.
“Maaf,
apa kamu yang memanggilku Bella?”
“Tidak.
Aku tidak memanggilmu”
“Tapi
tadi kamu bilang Risky...Risky. Itu kan namaku Bella” Jawabku dengan heran.
“Memang
kamu saja yang memiliki nama Risky?”
“Iya
bukan. Tapi saat aku berdiri di sana tidak ada seorangpun kecuali aku”
“Kamu
yakin?”
“Yakin.
Sangat yakin” Aku mencoba meyakinkan Bella, padahal dalam hati aku sangat malu
karena ternyata bukan aku orang yang dimaksud.
“Oh
ya. Apa yang membuatmu seyakn itu?”
“Sebelum
aku ke sini, aku melihat kanan kiri, depan belakang memastikan ada orang atau
tidak selain aku. Aku takut bukan aku yang kamu panggil. Dan ternyata tak ada
orang, jadi ya aku pikir Risky yang kamu panggil itu aku. Terus sampai dek aku
ke sini”
“Oh
begitu ceritanya. Tapi sungguh bukan kamu yang aku maksud”
“Terus
siapa Bella? Jangan....jangan...”
“Jangan....jangan...apa?”
“Tidak,
aku hanya bercanda. Aku pikir kamu bisa melihat makhluk halus, hahahaha”
“Husssst
tidak lucu tahu”
“Maaf
Bella, abis aku penasaran dengan orang yang kamu panggil”
“Risky
yang aku maksud adalah dia. Anjing yang lucu di sebelah sana” Bela menunjuk ke
arah anjing putih itu.
Sial,
namaku disamakan dengan anjing, kataku dalam hati. “Maaf Bella aku terlalu PD.
Kalau gitu aku ke perpustakaan” Aku memutar badanku tuk meninggalkan Bella.
“Tunggu
Ky”
“Ada
apa lagi Bella?”
“Kamu
mau gak temani aku di sini?”
“Wahhhhh,
kamu becanda yan Bell?”
“Ngak.
Aku ngak bercanda. Aku sudah lama tahu tentang kamu Ky. Dan jujur aku
mengagumimu. Sengaja aku menyuruh anjingku untuk berada di tempat kamu berdiri
tadi. Aku ingin menapamu, tapi aku tidak punya keberanian. Dan Tuhan berkata
lain, anjingku berhasil membawamu ke hadapanku. Maaf aku tlah jahil padamu”
“Wah....wah....pinter
acting ternyata kamu. Kenapa gak jadi
artis saja Bella? Ngaoain lebih memilih jadi anak kedokteran?”
“Sini
duduk dulu Ky. Gak enak ngobrol sambil berdiri”
“Iya
terima kasih” Jawabku sambil seneng banget. Dan aku mencium bau badanku. Takut-takut
nanti dia mencium bau yang tidak enak. Aku akan malu di depannya.
“Kenapa
Ky?”
“Emmmmmm
gak apa-apa kok. Ini ada semut di bajuku”
“Iyakah.
Sini mana coba kulihat?”
“Jangan...jangan.
tak perlu, sudah jatuh kok semutnya”
“Syukurlah.
Oh ya ngomong-ngomong kamu tidak ada kuliah hari ini?”
“Tidak.
Aku ke kampus ingin bertemu Ardy. Tapi dia sekarang lagi ada di perpustakaan
cari referensi buat tugasnya”
“Kalau
boleh aku tahu ada erlu apa dengan
Ardy?”
Aku
panik, aku ingin jujur tapi aku malu. Tak mungkin aku menceritakan kondisi
keuanganku padanya. Bisa mati gaya aku.
“Ky
kok diam? Aku salah ngomong ya?”
“Emmmmmm,
tidak...tidak. Aku hanya kepanasan saja. Sedikit gerah dan nervous berdekatan
sama cewek cantik seperti kamu” Jawabku menghindar dari pertanyaannya.
“Ah
kamu bisa saja. Aku jadi malu. Ayo jawab Ky pertanyaanku tadi”
“Yang
mana? Aku jadi lupa. Ini efek dari nervous”
“EMMMMMMMM
lagi-lagi pasti gitu. Ya udah ayo kita ke perpustakaan menemui temanmu itu.
Bolehkan aku ikut?”
“Tentu...tentu...”
jawabku rada grundel karna takut misiku terbongkar.
* * *
Sesampainya
di perpustakaan, terlihat Ardy duduk di sebalah pojok. Aku dan Bella bergegas
menghampirinya. Tapi saat itu aku deg deg kan karna dalam hitungan menit, Bella
akan tahu tentan tujuanku menemui Ardy.
“Hai
bro” Tegur sapaku ke Ardy.
“Lamanya
kau ini, ditunggu dari tadi gak nonggol-nonggol. Ke mana saja kau Ky?”
“Ini
kenalin namanya Bella. Dia anak kedokteran gigi”
“Hallo,
aku Bella”
“Aku
Ardy. Wah rupanya ini yang membuat lama ya. Hebat kau Ky” Mereka semua tertawa.
“Ada
kejadian lucu tadi di taman, makanya aku lama nyampai ke sini”
“Oh
ya Ky jadikah kau pinjam uang? Ini aku bawa dua ratus ribu saja, karna aku
sendiri juga lagi bokek. Maaf ya kawan, hanya ini yang bisa kuberikan. Tak usah
diganti, bawalah saja ya”
“Aku
janji akan mengembalikannya padamu Dy, tapi aku tak tahu kapan hari itu tiba”
“Sudahlah
kawan, bawa saja. Aku dan kau sudah seperti saudara sendiri”
“Terima
kasih Dy sebelumnya. Aku pergi dulu karna masih ada keperluan”
“OK...hati-hati
ya cantik, temanku satu ini suka mengambil hati orang. Termasuk aku senditi,
kawan baiknya”
Bella
tersenyum manis dan kami pun keluar dari perpustakaan menuju depan kampus. Aku
malu saat Ardy memberikan uangnya kepadaku. Tapi itulah kenyataan yang harus
Bella ketahui. Aku sadar aku siapa? Dan aku sadar Bella siapa? Aku tak ingin
diantara kami ada yang ditutup-tutupi.
* * *
Kringggggggggggggggggggggggg!!!
“Iya
bu ada apa?”
“Jangan
dengarkan apa kata ayahmu Ky. Kemarin dia mabuk”
“Iya
bu Risky tahu. Ayah memang tak pernah berubah. Ayah tak ernah mendengarkan apa
kata ibu, apalagi kata-kataku”
“Maaf
Ky ibu juga belum bisa mengirim uang buatmu. Ini ayahmu sudah tidak bekerja
lagi. Uang dari dagangan ibu dirampas ayahmu buat minum, main judi, dan yang paling
menyakitka dibuat mainnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn....”
“Sudah
bu cukup, jangan diteruskan. Aku pun tahu hal itu, itu sudah menjadi kebiasaan
ayah. Makanya aku tak betah berada di rumah. Rasa-rasanya aku tak ingin pulang”
“Lo
jangan begitu Ky, ini rumahmu, tempat kelahiranmu. Ini ibumu, apa kamu tidak
kangen dengan ibu?” ibu menangis.
“Jangan
menangis bu, aku sangat kangen dengan ibu. Tapi aku muak bertem ayah”
“Ya
sudah kalu liburan panjang, pulanglah kau Ky. Bukan demi siapa-siapa, tapi demi
ibumu ini”
“Ya
bu. Maafkan Risky”
“Ibu
tutup telponnya ya. Jangan lupa makan, sholat, belajar lo. Jaga dirimu
baik-baik di sana Ky”
“Iya
bu”
KLIK
* * *
Sabtu
malam minggu Bella menelponku. Dia bilang kalau ingin jalan denganku. Tapi aku
menolaknya karna menurutku aku tak pantas berada di dekatnya. Papanya juga akan
marah kalau tahu aku jalan dengan dia. Aku berusaha menolak, tapi dia tetap
memaksa. Dia merengek-rengek sampai menangis. Aku tak tega mendengar suara
sedihnya. Terbayang sekilas wajahnya memerah.
“Risky,
ayolah......sekali saja”
“Aduh
gimana ya Bell. Aku takut kalau ketahuan anak buah ayahmu”
“Aku
tidak akan bawa pengawal. Percaya padaku”
“Entahlah
Bel, aku binggung”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar