Suasana
malam itu seperti biasa. Sepi dan dingin. Langit tampak gelap tanpa bintang
karena diselimuti mendung dari tadi sore. Sungguh berbeda dengan keadaan sebuah
kamar kosan yang terletak tepat di tepi jalan. Kamar itu begitu ramai karena
penghuninya menyetel lagu-lagu Paramore dengan volum maksimal. Seorang cewek
berambut hitam pendek tampak berantakan dengan daster tidurnya. Sesekali
kepala, tangan, dan kakinya bergerak-gerak tidak jelas mengikuti irama musik.
Tepat
pukul 11.00 WIB, Nokia C2-01 yang sedari tadi tergeletak di lantai bergetar
menandakan ada pesan masuk. Jani, cewek itu, dengan tergopoh-gopoh dia
mengambil ponselnya. Dibacanya nama yang muncul di layar. “Aaah dia… tumben?”
Pikirnya dalam hati. Tanpa disadari, bibirnya membentuk sebuah lengkungan. Dia
tersenyum, manis. Dengan sejuta tanya dia segera membuka pesan itu.
“Semangat
belajarnya, jaga diri baik-baik!”
Begitu
singkatnya pesan itu, namun sudah bisa membuat jantung Jani berdegup kencang.
Otaknya berpikir keras, “Bales ngga ya? Bales ngga yaa? Kalau bales mesti bales
gimana? Kalau ngga bales tapi dia nunggu balesan gimana? Aaaaaaaaak bingung!”
Jani
terus mengetik, dihapus lagi, mengetik lagi, dihapus lagi, mengetik lagi,
dihapus lagi, begitu berkali-kali. Dia menengok jam, sudah menunjukkan pukul
11.30 WIB.” Yaudah sih, tidur aja, palingan dia juga udah tidur.”
Ditaruhnya
HPnya, dia mengambil selimut dan tidur. Dibiarkannya Paramore terus bernyanyi
mengisi keheningan malam itu.
***
Keesokan
harinya Jani linglung, pikirannya kemana-mana. Baginya semua terlalu abu-abu,
tidak jelas, blur.
“Jan,
kamu kenapa sih? Kok ngga kayak biasanya.. mikirin apa?” Tanya Lia teman sekos
Jani. Sedari tadi mereka berdua tiduran di kamar Lia. “Cerita deh… kali aja aku
bisa bantu.” Lia menatap mata Jani, tulus.
“Apa
sih, aku ngga pa-pa! Kamu lagi yang kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu…” Jani
menjawab enggan, berusaha tampak ceria
seperti biasanya.
“Jan,
aku bukan anak kecil. Aku ngga bisa kamu bohongin. Cerita geh!”
Kali
ini Jani tidak bisa mengelak lagi, dia cuma bisa nyengir karena Lia tahu dia
berbohong.
“Ayo
ceritaaaaa!” Lia memasang muka galak, tidak sabar.
“Iya
iyaaaaa.. kamu tahu kan? Aku sebenernya ngga mau kayak gini terus, tapi susah
Li. Aku pengennya bisa ngelupain dia, tapi pas udah mau lupa dianya dateng
lagi. Kita deket kayak.. kayak… kamu tahulah kayak apa, tapi kita cuma temenan.
Dia sering bilang sayang, tapi ngga pernah nembak. Masa aku nembak duluan? Aku
emang sayang sama dia, tapi ngga gitu juga kan? Aku kan cewek… aku ngga
mungkin…”
“Stop
stop stop!” Lia memotong cerita Jani. “Dia dia dia… maksud kamu dia siapa?
Pelan-pelan kenapa sih? Pakai spasi kalau ngomong!”
Jani
menghela napas panjang. “Intinya aku ngga ngerti mesti ngapain sekarang..
akuuuuu..”
“Well,
maksud kamu… Vino? Jaaaan…. Bosen tahu cowok itu mulu.. Okeh, serahin sama
aku!”
Lia
bergegas bangun. “Mana HPmu?”
“Buat
apa?” Jani bingung menyerahkan HPnya.
Lia
membuka kontak HP Jani, dipencetnya salah satu nomer. Dia mengetik pesan
singkat, sebentar, lalu dikirim.
“Heh
kamu ngapain?” Jani bingung, berusaha mengambil HPnya dari tangan Lia. “Jangan
macem-macem!”
Dengan
cepat Lia menepis tangan Jani. “Udah kamu diem aja disitu!”
“Liaaaa
please!” Jani memasang muka melas. “Kamu mau ngapain?”
Tepat
saat itu HP Jani bergetar, 1 message received, dari Vino.
Jani
melongo tak percaya. “Kamu… SMS Vino? Lia kamu SMS apaan? Lia jangan
macem-macem! Aku ngga mau dia salah paham. Aku ngga mau dia mikir macem-macem.
Aku..”
“Ssssst!
Kamu berisik banget sih? Udah diem disitu aja!” Lia membuka pesan dari Vino,
dibacanya, lalu mengetik balasan. Kirim.
Jani
memonyongkan bibirnya, pasrah. Dia kembali tiduran, berusaha memejamkan mata.
“Aku tidur aja. Selamat SMS-an!”
Lia
tersenyum. Dalam hatinya terbersit rasa kasihan. Sebenarnya tujuan Lia SMS Vino
adalah minta kepastian Vino tentang Jani. Tanpa disangkanya, Vino dengan jelas
bilang kalau selama ini Vino hanya menganggap Jani teman. Tidak lebih.
Perhatian yang Vino berikan pada Jani tidak berarti Vino menyimpan perasaan
terhadap Jani. Lia bingung, tidak tahu harus bilang apa pada Jani.
“Yaudah
Vin, thanks kamu udah mau jujur.” Lia mengakhiri SMS-nya ke Vino. Dia menghela
nafas panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar