Sabtu, 30 Maret 2013

Marah Rusli, Bapak Roman Modern Indonesia


              
Sitti Nurbaya (Kasih Tak Samapai) karya Marah Rusli merupakan salah satu roman yang paling populer di antara roman-roman dan novel yang pernah terbit di Indonesia. Romannya penuh dengan gagasan yang mendahului zaman saat pengarangnya masih hidup dan berani menggugat kekolotan kaum bangsawan, keburukan poligami, serta masalah-masalah sosial lain dalam lingkungannya guna melahirkan sebuah reformasi sosial. Buku ini pertama kali terbit tahun 1922 oleh Balai Pustaka dan pada masanya dekenal dengan zaman Sitti Nurbaya.

JAKARTA,KOMPAS—Marah Halim bin Sutan Abubakar yang dikenal dengan Marah Rusli lahir pada tanggal 07 Agustus 1889 di Padang, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya bernama Abu Bakar, seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Beliau bekerja sebagai Demang. Ibunya  berasal dari Jawa dan keturunan Sentot Alibasyah, salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.
Pendidikan pertama yang ditempuh yaitu Sekolah Dasar Rakyat di Padang dengan menggunakan Bahasa Belanda sebagai pengantar,  dan lulus pada tahun 1904. Setelah lulus, ia melanjutkan studinya di Sekolah Raja yang berada di Bukittinggi,  dan lulus pada tahun 1909. Marah rusli menikah dengan seorang gadis keturunan sunda kelahiran Buitenzonrg (Bogor) pada tahun 1911. Mereka mempunyai tiga orang anak, dua diantaranya laki-laki dan satu perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli. Namun, Marah Rusli tetap kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya.
 Ia melanjutkan studinya lagi di Sekolah Dokter Hewan yang berada di Bogor, dan lulus pada tahun 1915. Pada tahun 1915-1922, ia menjadi dokter hewan di berbagai tempat di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat. Ia pernah dijadikan sebagai Ajung Dokter Hewan. Pada tahun 1916, ia menjadi Kepala Peternakan. Pada tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan Wittkamp di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, ia diskors selama setahun. Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) pada tahun 1921.
Karirnya sebagai dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Pada tahun 1923-1945, ia menjadi dokter hewan di Semarang. Tahun 1945-1949, ia menjadi dokter hewan di zaman pengungsian di Sala dan Klaten. Marah Rusli pun bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat terakhir Mayor. Kemudian ia kembali ke Semarang dan pensiun tahun 1951.
Tahun 1952-1960, ia dipekerjakan kembali sebagai dokter hewan di Pusat Pendidikan Peternakan Bogor. Di tengah-tengah kesibukan bekerja, ia menggauli dunia sastra. Kesukaanya dalam dunia kesusastraan sudah tumbuh sejak kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang dongeng di Sumatra Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra.
Dalam sejarah sastra Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi gelar oleh H.B Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
Marah Rusli berpendidikan sangat tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari luar negeri yang menggambarkan kemajuan zaman. Kemudian dia melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu muncullah pemberontakan dalam hatinya yang dituangkan kedalam karyanya, Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai). Ia ingin melepaskan masyarakat dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keingginannya.
Dalam cerita Sitti Nurbaya (Ksih Tak Sampai), telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya. Apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat bahkan tuntutan orang tua ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya? Cerita ini menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan itulah yang terus melekat hingga sampai sekarang.
Marah Rusli meninggal dunia pada tanggal 17 Januari 1968, dimakamkan di Bogor. Selain mengarang, Marah Rusli juga mempunyai hobi berolahraga, musik, melukis, dan sandiwara. Karya-karyanya yang lain diantaranya Anak Dalam Kemenakan, La Hami, Memang Jodoh, dan Gadis Yang Malang (terjemahan dari novel Charles Dickens).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar