BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Strukturalisme,
Posstrukturalisme, dan Neostrukturalisme
1.
Strukturalisme
dalam linguistik
Linguistik
strukturalime memainkan peran patron general strukturalisme, suatu peran yang
telah diprediksikan oleh Saussure bagi linguistik berkenaan dengan semilogi,
dalam linguistik dibedakan dua strukturalisme, yaitu strukturalisme Eropa dan
Amerika. Dasar-dasar strukturalisme Eropa dikemukakan oleh Saussure dan
Hjemslev yaitu mengenai para ahli linguistik Praha.
Sebagai
kelanjutan genealogi ini, strukturalis Perancis A. Martinet harus disebutkan
disini tesisnya tentang pengartikulkasian bahasa secara ganda memainkan peran
penting dalam perkembangan yang mengarah dari strukturalisme ke semiotik .
Teori strukturalis bahasa yang dibawakan Jacobson membawa pengaruh perkembangan
paling langsung pada perkembangan strukturalimse Perancis. Berbeda halnya
dengan penganut strukturalisme yang murni, yakni Saussure dan Hjemslev, aliran
Praha tetap menolak untuk menganggap bahwa sebagai suatu sistem sinkronis
bentuk asli yang terpisah. Pendekatan mereka terhadap struktur bahasa
didasarkan pada istilah-istilah kunci dan komunikasi.
Para ahli
linguistik aliran praha seperti Vachek, Dudrot dan Todorof telah menetapkan
pendekatan mereka sendiri sebagai strukturalisme fungsional. Inti kontribusi
aliran praha terhadap linguistik terletak pada bidang fonologi. Penemuan
ciri-ciri desain sebagai atom-atom bahasa dan prinsip-prinsip fungsional
analisis fonologis memberikan kontribusi secara signifikan terhadap penelitian
struktural sistem tanda, tetapi kontribusi aliran praha terhadap semiotik tidak
terbatas pada lingusitik saja. Jacobsson, Mukadovsky, dan yang lain-lain merupakan
orang-orang yang memberikan kontribusi yang berpengaruh terhadap estetika.
1.1 Fungsi,
Komunikasi, dan Sistem
Diantara inovasi-inovasi progamatis
para ahli linguistic aliran Praha merupakan upaya mereka untuk mengatasi
perbedaan tajam antara statika dan dinamika dalam linguistik sinkronis dan
diakronis. Bahasa dideskripsikan sebagai suatu sistem fungsional yang berguna
untuk tujuan komunikasi. oleh karena itu, sistem bahasa tidak dapat tetap
bersifat statis, tetapi harus mempertahanakan keseimbangan yang dinamis.
Pendekatan dinamis terhadap bahasa juga diperluas untuk mengkaji sintaks
(struktur kalimat) dan teks. Dalam teori perspektif kalimat fungsional,
analisis dilakukan terhadap distribusi unsur-unsur informasi yang diberikan dan
yang baru dalam kalimat dan teks. Dsitribusi dinamis dan kemajuan unsur-unsur
dalam teks ini dideskripsikan sebagai dinamisme komunikasi.
1. 2Penemuan
fonem
Penelitiannya
dalam bidang fonologi, Turbetzkoy menjadi penemu struktur atom bahasa yang
memperkenalkan perbedaan antara fonologi dan fonetik. Fonetik adalah kajian
bunyi-bunyi materiil dan pengartikulasian dalam tuturan (parole) apapun
sifat-sifat sistemiknya. Fonologi (para ahli linguistik Amerika lebih memilih
fonemik) mengkaji bunyi-bunyi suatu bahasa sebagai unsur-unsur fungsional dalam
sistem bentuk dan isi (langue). teori ini sependapat dengan Sasussure yang
membedakan antara langue dan parole.
Dari sudut
pandang fonetis, sejumlah perbedaan fonetis yang hamper tak terbatas dapat
ditemukan dalam analisis terhadap bunyi-bunyi yang benar-benar diucapkan (yang
kemudian yang disebut phone) fonologi
mereduksi perbedan-perbedaan ini menjadi perbedaan-perbedaan yang memainkan
peran fungsioanal dalam sistem tersebut, yakni apa yang disebut oposisi
fonologis. Kriteria fungsionalitas merupakan efek perbedaan-perebedaan terhadap
makna efek ini dites dengan menggunakan penggantian bunyi dalam konteksnya (tes
komutasi) kelas-kelas bunyi yang komutasinya (saling bergantian) dalam
kata-kata menyebabkan perbedaan makna disebut fonem, misalnya kata KUCING yaitu
berasal dari fonem /K//U//C//I//N//G/ apabila fonem-fonem tersebut diubah akan
menyebabkan perbedaan makna.
1. 3
Prinsip kejituan analisis etik ke analisis emik
Kejituan (relevansi) mengacu pada
ciri keberbedaan dalam suatu sistem. Prinsip ini menuntut pembedaan
tingkat-tingkat analisis yang berbeda. Relevansi pada sistemik pada tataran
fonem dapat diputuskan hanya dengan mengacu pada tataran struktur linguistik
yang lebih tinggi pada tataran morfem (morfologi, dan semantik), karena hanya
perbedaan semantik dalam komutasi membuktikan relevansi sistemik perbedaan
fonetis.
Pike (1967) dalam buku semiotik
memperkenalkan istilah etik dan emik, etik dari kata fonetik bersifat
nonstruktural dan mengkaji fenomena-fenomena dalam struktur lahirnya, sedangkan
emik berasal dari fonemik dan akhirnya dari kata sistemik. Pendekatan emik
dalam fenomena semiotik menganggap unsur-unsur sistem tanda dalam kaitannya
dengan fungsinya dalam kode.
1. 4
Ciri-ciri yang berbeda dalam oposisi-oposisi biner
Jakobson mereduksi fonem-fonem
menjadi sistem ciri-ciri yang berbeda dalam oposisi-oposisi biner. Di dalam
sistem biner ciri-ciri yang berbeda, setiap fonem secara struktural
dikarakterisasikan oleh ciri-ciri yang dimilikinya. Jakobson sendiri
mengembangkan prinsip-prinsip analisis ciri yang berbeda terhadap morfologi.
STRUKTURALISME
AMERIKA
Dasar-dasar
strukturalisme Amerika telah dikemukakan oleh Bloomfield (1933) dan dengan
Haris (1951) pada buku semiotic, metodologi strukturalis dalam linguistik
Amerika mencapai puncaknya. Dua karakteristik utama pendekatan-pendekatan
terhadap bahasa ini adalah deskriptivisme, antimentalistik dan
distribusionalisme .
DESKRIPTIFISME ANTIMENTALISTIK
Aliran
linguistik Bloomfield bersisat antimentalistik dan lebih memilih pendekatan
behavioristik terhadap bahasa tidak ada fakta-fakta mental internal seperti
gagasan, konsep, atau niat yang harus dipertimbangkan dalam analisis semiotik.
DISTRIBUSIONALISME
Merupakan
pendekatan kaum strukturalis Amerika terhadap aspek-aspek system bahasa. Distribusi
adalah kejadian unsur-unsur bahasa dalam lingkungan linguistiknya yang pas.
Unsur-unsur ini ditentukan menurut tipe-tipe konteksnya.
Antropologi Struktural Levi Strauss
Fonologi sebagai paradigm ilmu
manusia
Levi
straus menemukan fonologi strucKtural dan menjadi yakin bahwa linguistik
struktural harus menjadi patron general ilmu tentang manusia. Ia berpendapat
bahwa sesungguhnya linguistik struktural dapat memainkan peran yang sama
berkenaan dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu sosial. Levi Strauss memperoleh
keempat prinsip analisis berikut: (1) perubahan dari kajian terhadap
fenomena-fenomena kesadaran ke kajian infrastruktur bawah sadar, (2) perubahan
dari istilah-istilah tersebut ke hubungan-hubungan antara istilah-istilah
tersebut, (3) kajian terhadap sistem tersebut secara keseluruhan, dan (4)
penemuan hukum-hukum yang bersifat umum di dalam sistem. Levi Strauss
menekankan karakter inovatif pendekatan struktural dalam berbagai ilmu
pengetahuan tentang manusia. Tema yang selalu muncul dalam berbagai kajiannya
adalah analogi struktural antara bahasa dan kebudayaan.
Struktur-struktur kekerabatan
Sistem-sistem
kekerabatan mengungkapkan aturan-aturan perkawinana terlarang. Dalam
sistem-sistem ini, Levi staruss memisahkan unit-unit kekerabatan terkecil sebagai
struktur-struktur dasar suatu masyarakat. Namun, struktur-struktur ini tidak
diberikan secara biologis, tetapi mewakili simbolisme kulturalisme.
FORMALISME
RUSIA, ALIRAN PRAHA DAN SEMIOTIK SOVIET
-
Formalism Russia
Tujuan kalangan formalis adalah
untuk mengembangkan suatu pendekatan ilmiah terhadap sastra dan seni. Para
penentang kalangan Formalis menuduh aliran ini hanya menaruh perhatian terhadap
bentuk dan mengabaikan dimensi isi. Seni dan puisi dikaji sebagai sistem-sistem
yang otonom yang menarik perhatian terhadap dirinay sendiri dan tidak dapat
direduksi pada isinya. Menurut Sklovskij (1916), piranti seni memiliki fungsi
sentral untuk “membuat aneh”, menyebabkan pembaruan persepsi terhadap latar
belakang proses otomatisasi di mana kita menjadi terbiasa dengan
tindakan-tindakan dan persepsi-persepsi sehari-hari. Berbagai pertimbangan
pragmatis dan fungsional terhadap seni ini menunjukkan bahwa kalangan
Formalisme mengembangkan analisis mereka di luar tataran ekspresi bentuk. Dalam
kontribusi mereka terhadap narativitas, kalangan formalism bahkan tertarik pada
struktur-struktur isi. Salah satu konsep yang paling berpengaruh dalam bidang
ini adalah pembedaan antara cerita dan alur cerita yang diajukan Sklovkijj.
-
Semiotik teks aliran praha
Para ilmuwan seperti B. Havranek,
R. Jakobson, J. Veltrusky, F. Vodicka, dan sebagai tokoh utama, Jan Mukarovsky,
mengembangkan sebuah teori estetika dan sastra dengan unsure-unsur semiotic
khusus. Strukturalis Praha mengembangkan
konsep struktur yang dinamis, struktualis praha menekankan pendekatan
fungsional terhadap kebudayaan, Strukturalis Praha mengembangkan analisis
mereka dari ekspresi linguistic ke struktur-struktur isi
-
Semiotik Soviet
Dua pusat penelitian yang dominan
di Soviet adalah Moskow dan Tartu, Estonia. Pusat-pusat penelitian ini juga
dikenal sebagai Moscow-Tartu Semiotics School. Semiotik Soviet berkembang dari
proyek-proyek sebelumnya dalam terjemahan mesin. Proyek ini terus mengembangkan
semiotic dengan landasan yang kuat dalam informasi, komunikasi, dan teori
system. Karakteristik penelitian semiotic Soviet adalah semantisasi bentuk
ekspresi.
Semiotik
Teks Barthes
- Konotasi dan metabahasa
Barthes (1957;
1964a; 1967b) mendefiniskan tanda sebagai suatu sistem yang terdiri atas hurf
E, expression= ekspresi (atau
signifier= penanda), in relation (R) to (dalam hubungannya dengan) C, content = isi (atau signified =petanda)
: ERC. Sistem tanda primer semacam ini dapat menjadi unsur sistem tanda yang
lebih komprehensif jika perluasan tersebut adalah perluasan isi, tanda primer
(E1R1C1) menjadi ekspresi tanda sekunder: E2
(=E1R1C1) R2C2 (Barthes 1964a: 89). Dalam hal ini,
tanda premier tersebut adalah tanda semiotik denotatif sedangkan tanda
sekundernya adalah tanda semiotik konotatif. (dalam Noth, 2006: 315)
|
|
|
|
|
|||
Gambar B 3. Model metabahasa Barthes (1964a: 90) (dalam
Noth, 2006: 315)
Dalam tanda-tanda metalinguistik (cf. Gambar B3 ), dimana
sistem primernya adalah bahasa objek, dan sistem sekundernya terdiri atas
metabahasa. (dalam Noth, 2006: 315)
- Mitologi dan ideologi
Dalam Mythologies-nya (1957: 131), dia mendefinisikan sistem-sistem
makna sekunder semacam ini sebagai mitos (q. V. 3.). kemudian, Barthes
mendeskripsikan bidang konotasi ini sebagai bidang ideologi (q. V. 2. 1. 1).
Media massa menciptakan mitologi-mitologi atau ideologi-ideologi sebagai
sistem-sistem konotatif sekunder dengan berupaya memberikan landasan kepada
pesan-pesan mereka dalam alam, yang dianggap sebagai sistem denotatif primer
(cf. Ibid.) (dalam Noth, 2006: 316)
- Penelitian dalam sistem semiotik
Dalam The Fashion System (1967b), Barthes
melakukan usaha yang terperinci dan pada saat yang sama melakukan upaya yang
dapat dicontoh untuk mengkaji sistem tanda di luar lingkup bahasa dan sastra.
Objek kajian ini adalah mode (pakaian) di Prancis menurut dua majalah tahub
1958—1959. Ciri-ciri utama pendekatan strukturalis semiotiknya dapat dirangkum
sebagai berikut:
1.
Sesuai
dengan prinsip-prinsip strukturalisme linguistik, Barthes memilih bentuk
tertutup (yakni, majalah mode satu musim) agar dapat mengaitkannya dengan
analisis sinkronis.
2.
Metode-metode
linguistik struktural, seperti analisis distribusional dan tes komutasi,
diterapkan pada data-data analisis tersebut agar dapat menentukan ciri-ciri
sistem mode yang selalu ada dan atau yang berbeda.
3.
Analog
dengan dikotomi Saussure antara langue dan
parole, Barthes membedakan antara kode vestimenter (keagamaan), yakni
sistem unsur-unsur dan kaidah-kaidah mode, aktualisasi individunya dalam garmen.
... . Mode adalah
“sistem semantik yang tujuan satu-satunya adalah untuk merongrong makna yang
diuraikannya begitu berlebihan. [...] Tanpa isi, mode [...] membuat sesuatu
yang tidak signifikan menjadi berarti” (Barthes 1967b: 269, 288). (Dalam Noth,
2006: 316—317)
- Sistem objek sebagai sistem sekunder
Barthes berpendapat
bahwa pakaian pada majalah mode dapat bermakna di luar tataran dasar tertentu
hanya karena uraian-uraiannya mengarahkan perhatian pembaca pada ciri-ciri
pakaian tertentu, dan penjelasan-penjelasannya hanya menghasilkan makna dengan
“mengurangkan penanda-penandanya” dari objek-objeknya dan dengan “menyebutkan
petanda-petandanya” (Barthes 1967b: xi; 1964a: 10). (Dalam Noth, 2006: 317)
- Hubungan antara linguistik dan semiotika
Barthes
menyimpulkan bahwa “ linguistik bukan bagian dari ilmu tanda secara umum,
bahkan bukan merupakan bagian yang istimewa, ia
merupakan semiologi yang merupakan bagian dari linguistik” (1964a: 11).
(Dalam Noth, 2006: 317)
- Barthes tentang keterbatasan semiotik strukturalis
Dengan membedakan
antara “semiologi [...] sebagai ilmu tanda yang positif” dan “semiologi saya”
(ibid. : 471), dia mendeskripsikan bahasa sebagai sebuah sistem yang menindas,
sastra sebagai pemberontakan terhadap bahasa, dan semiotika sebagai aktivitas
kreatif:
Semiologi [...]
tidak bertumpu pada “semiofisis,” suatu kealamiahan tanda yang tak berdaya, dan
ia juga bukan merupakan “semioklastri,” yakni penghancuran terhadap tanda.
Malahan, [...] ia merupakan semiotropi: yang berubah ke arah tanda, semiologi
ini terperangkap oleh dan menerima tanda, memperlakukannya, dan jika perlu,
menirukannya sebagai kacamata imajiner. Singkat kata, ahli semiologi adalah seorang
seniman ... .(ibid.: 474—475). (Dalam Noth, 2006: 318)
Semantik Struktural Greimas dan proyek Semiotik Teks
- Proyek Semiotik Greimas
1.
Dari
Strukturalis ke Semantik Struktural
Strukturalisme
dalam inguistik dan dalam antropologi Levi-Strauss, serta dalam teori-teori
tindakan formalis awal propp dan Souriau dalam naratif serta dalam drama telah
memengaruhi semiotik Greimas. Titik tolaknya adalah berasal dari upayanya untuk
menerapkan metode-metode penelitian mulai dari linguistik struktural (fonologi,
semantik, dan sintaksis) hingga analisis teks, yang didefinisikan Greimas
sebagai wacana. Kerangka linguitiknya
ditentukan oleh konsep struktur Saussure sebagai perbedaan, prinsip
perlawanan biner dsn keberbedaan
fonologi fungsional, dan model tanda glosematik
Hjelmselve (cf. Greimas 1974a: 58). (Dalam Noth, 2006: 320)
2.
Konsep
Semiotik Greimas
Terhadap
Pierce, Greimas & Courtes mengajukan keberatan terhadap konsep semiotik
sebagai teori tanda. Menurut mereka, semiotik harus merupakan “teori penandaan”
yang “dapat beroperasi hanya bila ia menempatkan analisis-analisisnya pada
tataran dan yang lebih rendah daripada tanda”(1979: 287, 147). (Dalam Noth,
2006: 320)
- Model Analisis Wacana Generatif
1.
Lintasan
Generatif
Lintasan
generatif mendeskripsikan pemroduksian wacana ekonomi sebagai sebuah proses
yang berkembang dalam berbagai macam tahap, yang masing-masing memiliki
subkomponen sintaksis dan semantik . ... . Seluruh lintasan mendeskripsikan
struktur-struktur “yang mengaturpengorganisasian wacana sebelum terwujud dalam
bahasa alam tertentu (atau dalam sistem semiotik non-linguistik): Greimas &
Courtes 1979: 85). (Dalam Noth, 2006: 320)
2.
Struktur-struktur
Semio-Naratif
Struktur
semio-naratif mendeskripsikan kompetensi semiotik struktur-struktur taksonomis
dan sintagmatis yang membentuk tata
bahasa fundamental, yang dapat diperbandingkan dengan langue-nya Saussure atau competence-nya
Chomsky ... .Pada tataran batin [deep level], semantik fundamental mengandung kategori-kategori semantik yang
membentuk struktur-struktur dasar penandaan, dan sintaksis fundamental mengandung berbagai hubungan transformasi
yang membentuk strukutur-struktur tersebut. Pada tataran lahir [surface level], sintaksis naratif menganalisis struktur sintagma-sintagma naratif
dasar (yang disebut program naratif) ... . semantik
naratif merupakan bidang pengaktualisasian nilai-nilai semantik, yang
diseleksi dari struktur batin dan dikaitkan dengan aktan-aktan sintaksis
naratif lahirnya. (Dalam Noth, 2006: 320—321)
3.
Struktur-struktur
Diskursif
Struktur
diskursif “bertugas ‘menempatkan struktur-struktur lahir (surface structure) ke dalam wacana’”
(ibid. : 134). Sintaksis diskursif ...
merupakan proses pengalokasian aktor-aktor naratif dalam waktu dan ruang. Semantik diskursif (ibid. 275, 344)
merupakan bidang relatif yang belum teruji. Komponen tematisasi dan figurativisasi-nya
mendeskripsikan jalinan-jalinan tema abstrak secara isotopik yang bisa
berkaitan dengan tokoh-tokoh yang konkret. (Dalam Noth, 2006: 321—322)
- Penandaan dan Dunia Semantik
1.
Struktur
Dasar Penandaan
Penandaan-penandaan
itu dibentuk hanya oleh hubungan-hubungan. Oleh karena itu, asal-usul penandaan
didefinisikan sebagai hubungan dasar yang dibentuk oleh perbedaan antara dua
istilah semantik. (Dalam Noth, 2006: 322)
2.
Analisis
semik
a.
Seme
dipahami sebagai entitas struktural batin yang abstrak dalam deskripsi
metalinguistik. Dunia seme merupakan keseluruhan kategori-kategori konseptual
pikiran manusia. ... . Pengkombinasian seme-seme yang sesungguhnya ke dalam
penandaan seperti yang tampak pada leksem-leksem terjadi pada tataran manifestasi. ... . Penandaan-penandaan
ini, yakni pengkombinasian seme, didefinisikan sebagai sememe. Karena leksem dapat memiliki banyak seme, satu lekseme
dapat memiliki beberapa sememe.
b.
Pengkombinasian
Seme
Dalam sememe,
Greimas membedakan dua tipe seme, seme
inti, yang , mengkarakterisasikan sebuah sememe dalam kekhususannya dan
membentuk unit terkecil semik permanen yang tidak terikat dengan konteks, dan seme kontekstual, yang juga disebut klaseme, yang dimiliki sememe secara
umum dengan unsur-unsur lain ujaran (1966: 46—60).
c.
Tataran
Semantik dan Semiologis
Seme-seme yang
membentuk inti sememe terletak pada apa yang disebut tataran semiologis (atau
figuratif). Seme-seme tersebut mengacu pada dunia persepsi ekstralinguistik
universal (“dunia yang kasatmata”) dan membentuk tataran analisis yang paling
dalam. Sistem seme kontekstual membentuk tataran dunia penandaan semantik (atau
nonfiguratif, yang juga abstrak) . ... , seme konteksual mengacu pada
kategori-kategori pikiran manusia.
d.
Persegi
Semiotik
Karakter struktur
batin persegi semantik (semantic square)
ini terlihat jelas dari kenyataan bahwa keempat nilai semantiknya tidak selalu
memiliki ekuivalen leksikal yang bersesuaian dalam struktur lahir.
- Isotopi
Dalam semantik
struktural, isotopi menggambarkan koherensi
dan homogenitas teks (cf. Rastier
1972; 1981, Arrive 1973, Kerbrat-Orecchioni 1976, Greimas & Courtes 1979:
163-165).
1.
Isotopi
dalam Semantik Struktural
Bila suatu wacana
hanya memiliki satu interpretasi, struktur semantiiknya adalah isotopi sederhana. Keserempakan
(simultanitas) dua bacaan seperti dalam ambiguitas atau metafora, disebut bi-isotopi. Pelapisan beberapa tingkat
semantik dalam teks disebut pluri-isotopi
atau poli-isotopi (cf. Arrive 1973).
2.
Menuju
Perluasan Tipologi Isotopi
Perluasan lebih
lanjut terhadap konsep isotopi yang selanjutnya diajukan Rastier (1972b), yang
memperluas tipologi isotopinya dari tataran ekspresi dan dengan demikian
mendeskripsikan kejadian-kejadian morfologis dan fonetis secara berulang-ulang
(misalnya, sajak dan asonansi) sebagai kasus-kasus isotopi. Tipologi isotopi
yang berbeda diajukan oleh Eco (1984b).
Julia Kristeva
Julia
Kristeva lahir di Bulgaria pada tanggal 24 Juni 1941. Saat berumur 23 tahun
(pertengahan 1960- an), dia pindah ke Paris dan tinggal di sana sampai
sekarang. Dia memiliki minat yang sangat besar pada bahasa dan linguistik, dan
pemikirannya dipengaruhi oleh Lucian Goldmann dan Roland Barthes. Dia juga
mendalami psikoanalisis Freud dan Lacan, dan berkarir sebagai seorang peneliti
dan akademisi. Dia adalah seorang filosof, kritikus satra, ahli psikoanalis,
sosiologis, feminis dan sekarang ia juga menjadi seorang novelis.
Kristeva
bergabung dengan kelompok 'Tel Quel' pada tahun 1965, dimana dia bertemu
dengan pria yang kelak menjadi suaminya, Phillipe Sollers, dan menjadi anggota
aktif kelompok itu yang berfokus pada politik bahasa. Kelompok Tel Quel
menganggap sejarah sebagai interpretasi teks dan tulisan sejarah hanyalah
sebuah produksi politik dan bukanlah tulisan yang objektif. Artikel- artikel
yang ditulis Kristeva mulai diterbitkan oleh kelompok Tel Quel dan
jurnal Critique pada tahun 1967, dan pada tahun 1970 dia menjadi anggota
dewan editor.
Bersama
dengan Roland Barthes, Todorov, Goldmann, Gérard Genette, Lévi-Strauss, Lacan,
Greimas, dan Althusser, Kristeva menjadi salah satu tokoh strukturalis ternama
saat strukturalisme memegang peranan penting dalam ilmu kemanusiaan. Karyanya
juga memainkan peranan penting dalam pemikiran poststrukturalisme. Penelitiannya
di bidang linguistik, termasuk minatnya pada seminar yang diadakan Lacan pada
tahun yang sama, dituliskan dalam karyanya Le Texte Du Roman (1970), Séméiotiké:
Recherches pour une sémanalyse (1969), dan akhirnya, La Revolution du
langage poetique (desertasi doktornya) pada tahun 1974. Publikasi
selanjutnya membuatnya diterima menjadi anggota kehormatan linguistik di
University of Paris, dan sebagai tamu kehormatan di Columbia University di New
York.
Kristeva
juga menunjukkan pengaruhnya dalam analisis kritik, teori budaya dan feminisme
setelah menerbitkan buku pertamanya Semeiotikè pada tahun 1969. Ia
menghasilkan hasil karya yang sangat banyak termasuk buku dan essay mengenai
intertekstualitas, semiotika dan penolakan secara psikologis (abjection)
di bidang linguistik, teori dan kritik sastra, psikoanalis, biografi dan
autobiografi, analisis politik dan budaya, seni dan sejarah seni.
Dalam
karyanya, Kristeva menggunakan pendekatan psikoanalis untuk kritik
poststruktural. Sebagai contoh, pandangannya tentang subjek dan pembentukannya
mirip dengan pandangan Sigmund Freud dan Jacques Lacan. Akan tetapi, Kristeva
menolak pemahaman subjek dalam strukturalis. Sebaliknya, ia menganggap kalau
subjek selalu berada “dalam proses” atau “dalam krisis.” Hal ini merupakan
kontribusinya dalam kritik post strukturalis terhadap strukturalisme, sementara
menerapkan ajaran psikoanalis.
Salah
satu proposisi Kristeva yang paling penting adalah Semiotika (yang berbeda
dengan Semiotikanya Ferdinand De Saussure). Bagi Kristeva, semiotika berkaitan
erat dengan infantile pre-Oedipal yang mengacu pada pemikiran Freud, Otto Rank
dan khususnya Melanie Klein dan psikoanalis British Object Relation, dan
Lacanian (pre-mirror stage). Hal ini merupakan bidang emosional yang berkaitan dengan
insting kita, yang berada dalam nadi dan unsur prosodi (suprasegmental) bahasa,
dan bukan berada dalam arti denotasi dari kata- kata. Dalam artian ini,
semiotika melawan simbol, yang menghubungkan kata- kata dengan arti dalam arti
matematis dan lebih sempit. Dia juga terkenal karena konsep abjection
(ide yang berkaitan dengan kekuatan psikologis utama berupa penolakan, yang
diarahkan terhadap figur ibu), dan intertekstualitas.
III. Kristeva dan feminisme
Walaupun
Kristeva tidak pernah menyatakan tulisannya sebagai tulisan feminis, banyak
feminis yang menggunakan karya Kristeva untuk memperluas dan mengembangkan
berbagai macam diskusi dan debat tentang teori dan kritik feminis. Tiga
pemikiran Kristeva yang dianggap penting oleh teori feminis adalah sebagai
berikut:
- Usaha Kristeva untuk memasukkan kembali tubuh ke dalam wacana ilmu kemanusiaan;
- Fokus Kristeva pada pentingnya maternal dan preoedipal dalam pembentukan subjektivitas; dan
- Ide Kristeva tentang penolakan sebagai sebuah penjelasan untuk penindasan dan diskriminasi.
Julia
Kristeva adalah salah seorang tokoh feminis Perancis yang juga dianggap sebagai
tokoh feminis posmodern. Sebagai seorang filosof, kritikus satra, ahli
psikoanalis, sosiologis, feminis dan juga novelis, ia telah menghasilkan banyak
tulisan yang digunakan untuk memperluas dan mengembangkan berbagai macam
diskusi dan debat tentang teori dan kritik feminis. Tiga pemikiran Kristeva
yang dianggap penting oleh teori feminis adalah sebagai berikut: Usaha Kristeva
untuk memasukkan kembali tubuh ke dalam wacana ilmu kemanusiaan; Fokus Kristeva
pada pentingnya maternal dan preoedipal dalam pembentukan subjektivitas; dan
ide Kristeva tentang penolakan sebagai sebuah penjelasan untuk penindasan dan
diskriminasi.
ECO
UMBERTO
Eco merupakan salah seorang novelis kontemporer paling terkemuka di dunia.
Novelnya The Name of the Rose legendaris dan mengukuhkan dirinya sebagai
penulis utama sastra posmodern. Sebagai bestseller terbitan 1983 di Italia,
buku itu masih mudah dijumpai dan jadi salah satu standar fiksi jenis thriller.
Hampir semua kritik mengakui bahwa The Name of the Rose merupakan karya dia
yang paling terkenal sekaligus enak dinikmati, sebab novel itu bisa tampil
sebagai karya yang bermanfaat dan menghibur pembaca.
Namun
bagi sebagian pihak, Eco merupakan filsuf ahli semiotika—sains tentang tanda
dan simbol. Di kedua ranah tersebut dia sama-sama terkemuka, hingga sulit
menentukan apa dia lebih terkenal sebagai novelis atau cendekiawan. Sebenarnya
di luar itu dia juga ahli sastra dari abad pertengahan, kritikus budaya populer
yang produktif dan tajam. Namun lebih dari itu, sejumlah karyanya memberi
sumbangan amat penting dan karena itu berpengaruh kuat di ranah masing-masing.
Umberto
memberi sumbangan pemikiran orisinal pada semiotika; secara bergurau dia
memelesetkan semiotika sebagai “ilmu berbohong.” Tulis dia, “Semiotika ialah
studi tentang segala yang bisa diambil secara signifikan sebagai pengganti
(tanda) untuk sesuatu yang lain. Yang lain ini tidak perlu ada atau benar-benar
di suatu tempat persis ketika sebuah tanda menggantinya. Maka pada prinsipnya
semiotika merupakan disiplin untuk mempelajari segala sesuatu yang bisa
digunakan untuk berbohong. Jika sesuatu gagal digunakan untuk menceritakan
kebohongan, sebaliknya ia gagal digunakan untuk menceritakan kebenaran—bahkan
tentu mustahil ia bisa digunakan untuk bercerita apa pun. Saya pikir definisi
sebagai teori untuk berbohong harusnya ditempuh sebagai program yang cukup
komprehensif bagi semiotika secara umum.”
Tanda
(sign) dan simbol (symbol) merupakan sesuatu yang kompleks dan sulit. Di satu
sisi semiotika bukan berarti bisa menyangkut segala-galanya, tanda dan simbol
ternyata tidak melulu berupa teks (tertulis), melainkan bisa mulai dari proses
alamiah komunikasi spontan hingga ke sistem budaya yang kompleks, kode,
komunikasi visual, dan komunikasi massa. Di sinilah karyanya Opera Aperta
(1962) menjadi landasan yang mengundang pembaca (pemirsa) agar terlibat lebih
aktif menafsirkan dan kreatif.
Di
fiksi pun demikian, dia telah menulis lima novel yang semua merupakan
pergulatan mental dan pemikiran yang disampaikan dalam dunia fiktif dan
imajinatif, namun dengan telak mempertanyakan agama, sejarah, analisis teks
alkitab, dan penafsiran tentang kebenaran. Novel keduanya Foucault`s Pendulum
(1988), disebut Jane Sullivan sebagai “Da Vinci Code milik orang cerdas”,
membahas adanya konspirasi kelompok jahat rahasia berkedok agama yang hendak
menguasai dunia dan terkait sisa-sisa peninggalan bersejarah Knights
Templar—sebuah ordo militer Kristen di zaman Perang Salib I. Fiksi terakhirnya
ialah La Misteriosa Fiamma Della Regina Loana (2004). Umberto bahkan masih
sempat menulis cerita anak, bekerja sama dengan ilustrator Eugenio Carmi,
antara lain I tre Cosmonauti (Tiga Astronot) dan Gli Gnomi di Gnu.
Pergumulan
Umberto yang begitu intens dengan berbagai macam teks dengan baik menggambarkan
konsep intertektualitas, yakni keterkaitan segala jenis karya sastra sekaligus
menerapkan bangunan gagasan bernama opera aperta (karya terbuka), dipadankan dengan
konsep teks tertutup dan terbuka (open and closed texts). Dia mengkaji teks
dari zaman pertengahan hingga zaman internet, sementara di rumah dia mengoleksi
lebih dari 50.000 judul—yang disimpan di rumah keluarga dan rumah liburan.
Keterkaitan teks dalam semua karyanya bisa sangat imajinatif sekaligus kreatif,
melibatkan tokoh faktual, tokoh fiktif, termasuk menghadirkan tokoh fiktif
dengan karakter berdasar tokoh sejarah.***